REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pakar Kriminologi Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala menanggapi terkait Murtede alias Amaq Sinta (AS) yang merupakan korban begal ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian. Korban begal itu jadi tersangka pembunuhan dua begal dan melukai dua begal yang lain di Lombok Timur.
Menurut Adrianus, pembelaan diri dibenarkan tapi jangan sampai menganiaya pelaku. "Begini, siapapun setuju dengan kegiatan pembelaan diri. Dan hukum melepaskan tanggung jawab hukum dari orang yang melakukan pembelaan diri. Masalahnya, bagaimana menilai bahwa suatu tindakan itu masih disebut sebagai pembelaan diri atau sudah menjadi kekerasan atas pelaku," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (14/4/2022).
Kemudian, ia melanjutkan ketika pelaku sudah dilumpuhkan dan masih dipukuli misalnya, maka korban begal bisa berubah menjadi pelaku kekerasan. "Jadi, kalau pelaku sudah menyerah ya jangan dibunuh," ujar dia.
Lalu, jika kondisinya pelaku ingin membunuh korban. Lalu, korban bunuh pelaku untuk melindungi diri itu namanya overmach atau membela diri. "Polisi nampaknya melihat bahwa korban tidak lagi membela diri tetapi menganiaya pelaku," kata dia.
Sebelumnya diketahui, Kabid Humas Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) Kombes Pol Artanto meminta masyarakat memahami proses hukum korban begal berinisial AS (34 tahun), yang menjadi tersangka dugaan pembunuhan terhadap pelaku begal terhadpa dirinya. Proses hukum terhadap AS masih dalam rangkaian penyidikan.
Status tersangka terhadap seseorang belum bisa dipastikan dia bersalah," kata Artanto dalam keterangan yang diterima di Mataram, Rabu (13/4/2022). "Jadi kalau orang sudah ditetapkan sebagai tersangka, belum tentu menjadi terpidana," katanya.