REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Tim dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau menggerebek gudang yang dijadikan tempat mengoplos bahan bakar minyak (BBM) jenis solar di Jalan Melati, Kelurahan Bina Widya, Kota Pekanbaru, belum lama ini. Kabid Humas Polda Riau Kombes Sunarto di Pekanbaru, Kamis (7/4/2022), menjelaskan RM (26) yang merupakan penjaga sekaligus pengoplos di gudang tersebut diringkus aparat kepolisian.
Sedangkan pemilik gudang berinisial FG dan salah satu pekerja lainnya saat ini tengah dalam pengejaran polisi dan telah ditetapkan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Ia menjelaskan dalam modus-nya, pelaku membeli solar bersubsidi di sejumlah SPBU di Kota Pekanbaru dan dikumpulkan di gudang tersebut.
Kemudian solar subsidi itu dicampur dengan minyak mentah yang diperoleh dari Jambi. Setelah itu, hasil BBM oplosan yang menyerupai solar non-subsidi dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi.
"Info ini kami dapatkan dari masyarakat. Solar bersubsidi tersebut dioplos dengan minyak mentah di gudang ini dengan komposisi tertentu sehingga menghasilkan BBM mirip seperti solar non-subsidi. Tentu perbuatan mereka tentu merugikan banyak pihak," ucap Sunarto.
Solar oplosan ini dijual di Riau dan Sumbar, kemudian di wilayah perkebunan dan juga perusahaan, lanjutnya.Sunarto tak menampik ulah pelaku ini merupakan salah satu pemicu kelangkaan solar di Pekanbaru, yang mana sempat terjadi antrean panjang kendaraan di sejumlah SPBU.
Aktivitas gudang itu diakui pelaku sudah berlangsung sekitar tiga bulan belakangan. Pengakuan pelaku kepada polisi, dalam sebulan mereka bisa menghasilkan 50 ribu liter solar oplosan.
Dalam penggerebekan itu, kepolisian mengamankan barang bukti berupa 30 ribu liter solar yang sudah dioplos dan siap dijual, mobil boks roda enam untuk mengangkut BBM, dua mesin hisap, 13 tanki kapasitas 1.000 liter, lima drum tempat penyimpanan solar, dua tangki BBM serta uang tunai Rp3 juta.
Kini gudang yang dilengkapi delapan kamera pengawas tersebut telah dipasangi garis polisi untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.Atas perbuatan itu, tersangka dijerat pasal 54 UU RI Nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, dengan hukuman maksimal enam tahun penjara dan denda maksimal Rp60 miliar.