Ahad 03 Apr 2022 14:10 WIB

Menteri PPPA : Pemerkosa Anak Kandung di Bali Harus Diberi Efek Jera

Akibat perbuatan bejat pelaku, korban merasa trauma dan ketakutan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mendesak penegakan hukum terhadap pemerkosa anak kandung di Buleleng, Bali. Ia tak ingin pelaku mendapat toleransi. 

“Hukum harus ditegakkan seadil-adilnya untuk kasus tersebut dan jangan ada toleransi karena semestinya lingkungan keluarga atau lingkungan terdekat anak menjadi tempat yang aman, tapi ini justru sebaliknya,” kata Bintang dalam keterangannya yang dikutip Republika, Ahad (3/4).

Bintang menekankan pentingnya membekali anak-anak dengan pengetahuan dan keberanian melaporkan kekerasan yang ditemui atau dialami sebagai upaya melindungi diri sendiri. Apalagi mengingat kasus tersebut terungkap karena korban melaporkan hal yang dialaminya itu kepada ibunya.

"Saya berharap agar kasus tersebut segera diselesaikan dengan tuntas dan ada efek jera bagi pelakunya," ujar Bintang. 

Bintang mendapat laporan seorang ayah di Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, berinisial DPB (45 tahun) memperkosa anak kandungnya sendiri yang masih berusia 15 tahun. Perbuatan keji itu dilakukan pelaku pada Sabtu (26/3) dini hari sekitar pukul 00.30 WITA. DPB memperkosa putrinya saat rumah dalam keadaan sepi dan korban tidur di kamarnya.

Akibat perbuatan bejat pelaku, korban merasa trauma dan ketakutan. Kejadian ini kemudian disampaikan kepada ibu kandungnya. Sang ibu bersama korban lantas melapor ke Kepolisian Resor (Polres) Buleleng, pada Selasa (29/3).

"Korban dan ibunya saat ini didampingi tim Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Buleleng," ucap Bintang. 

Bintang menyayangkan hal itu terjadi sebab pelaku yang merupakan ayah kandung korban seharusnya menjadi sosok yang bisa melindungi korban. Menurutnya, pelaku dapat dikategorikan predator anak berperilaku menyimpang yang kelakuannya sudah tidak bisa ditoleransi. 

"Dalam beberapa waktu terakhir, kasus kekerasan seksual dan predator anak bagaikan fenomena gunung es dimana dari kasus yang terungkap, pelaku sebagian besar merupakan orang terdekat," sebut Bintang. 

Diketahui, bila pelaku terbukti memenuhi unsur Pasal 76D Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pelaku dapat dijerat dengan Pasal 81 ayat (1), (2), (3) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan yang ancaman maksimalnya berupa pidana mati, seumur hidup atau penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun.

Dalam hal karena tindak pidana dilakukan oleh orang tua yaitu ayah kandung, maka pidananya dapat ditambah sepertiga dari ancaman pidana. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement