Kamis 31 Mar 2022 18:19 WIB

Kolonel Priyanto Klaim Buang Jasad Handi Saputra dalam Kondisi Meninggal

Dokter forensik mengatakan, peluang hidup Handi Saputra besar jika tidak dibuang.

Rep: Flori Sidebang, Antara/ Red: Ratna Puspita
Terdakwa kasus meninggalnya dua remaja sipil di Nagreg, Jawa Barat, Kolonel Infanteri Priyanto (kiri) saat memberikan tanggapannya dalam sidang lanjutan yang menghadirkan saksi ahli forensik di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Jakarta Timur, Kamis (31/3).
Foto: Republika/Flori Sidebang
Terdakwa kasus meninggalnya dua remaja sipil di Nagreg, Jawa Barat, Kolonel Infanteri Priyanto (kiri) saat memberikan tanggapannya dalam sidang lanjutan yang menghadirkan saksi ahli forensik di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Jakarta Timur, Kamis (31/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa kasus pembunuhan dua remaja sipil di Nagreg, Jawa Barat, Kolonel Infanteri Priyanto mengeklaim ia menemukan Handi Saputra dalam kondisi sudah meninggal dunia. Karena itu ia membuang jasad Handi ke Sungai Serayu.

Hal itu ia sampaikan dalam sidang lanjutan yang menghadirkan saksi ahli forensik dr Zaenuri Syamsu Hidayat di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Jakarta Timur, Kamis (31/3). Zaenuri merupakan dokter forensik yang mengautopsi jenazah Handi.

Baca Juga

Priyanto mengungkapkan, saat ia membuang jasad Handi, kondisi kakinya dalam posisi menekuk dan tubuh korban sudah kaku. Dia lantas bertanya apakah kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Handi sudah meninggal atau belum.

"Saya buang dalam keadaan kaki menekuk, karena sudah kaku. Apakah itu bisa dinyatakan dia bisa meninggal atau tidak?" tanya Priyanto.

"Saya tidak bisa memastikan," jawab Zaenuri.

"Termasuk tadi Pak Dokter menyampaikan ada air dan darah 500 cc. Tidak bisa dibedakan airnya berapa cc dan darah berapa cc?" ujar Priyanto.

"Tidak bisa dibedakan. Tidak bisa disimpulkan," kata Zaenuri.

Priyanto menuturkan, dia menganggap saat itu Handi sudah meninggal dunia. Sebab sebagai orang awam, ia menyebut, ia tidak dapat memastikan apakah Handi telah merengang nyawa atau belum. Sehingga Priyanto memutuskan untuk membuang jasad Handi ke sungai.

"Saya hanya menanyakan itu. Jadi memang saya orang awam, tidak tahu. Saya temukan, kemudian saya buang sudah dalam keadaan kaku. Ya pikiran saya sudah meninggal. Demikian Pak, terima kasih, Yang Mulia," tutur Priyanto.

Baca juga: Mulai Besok Maskapai Ini Kembali Beroperasi di Terminal 1 Bandara Soekarno-Hatta

Zaenuri, yang mengautopsi jenazah Handi dua hari setelah korban ditemukan oleh warga di Sungai Serayu, menyampaikan ada bekas memar dan luka-luka di kepala dan retak di tulang kepala. Kepada majelis hakim yang dipimpin oleh Brigjen TNI Faridah Faisal, dia menyampaikan luka dan memar itu akibat benturan benda tumpul yang bidangnya luas dan keras. 

Namun, luka-luka dan retak akibat tabrakan itu bukan penyebab Handi tewas. Hasil autopsi yang digelar di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo, Purwokerto, Jawa Tengah, pada tanggal 13 Desember 2021 menunjukkan Handi tewas bukan karena kecelakaan, melainkan karena tenggelam dalam keadaan tidak sadar setelah dibuang oleh Kolonel Priyanto ke Sungai Serayu.

Bukti yang mendukung kesimpulan itu, di antaranya adanya air di paru-paru Handi. Kandungan air di paru-paru menunjukkan Handi dibuang ke Sungai Serayu dalam keadaan tidak sadar sehingga air langsung masuk ke saluran pernapasan.

Dalam persidangan, dia juga mengaku tidak mengetahui jenazah yang diautopsi adalah korban tabrakan di Nagreg. Identifikasi terhadap identitas Handi dilakukan dengan membuat profil wajah dari bentuk gigi dan mencocokkannya dengan foto yang diberikan oleh penyidik dari kepolisian. Identitas Handi baru diketahui oleh kepolisian dan dokter forensik empat hari setelah autopsi digelar.

Baca juga: Syahganda Nainggolan: Agenda Anies-Puan untuk Penyelamatan Bangsa dan Demokrasi

Peluang hidup

Usai persidangan, Zaenuri yang merupakan dokter forensik RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo mengatakan, peluang hidup Handi Saputra besar jika tidak dibuang ke Sungai Serayu oleh Kolonel Infanteri Priyanto. Alasannya, dua korban penabrakan, Handi Saputra dan Salsabila, masih hidup setelah ditabrak di Nagreg, Jawa Barat, pada tanggal 8 Desember 2021 sehingga seharusnya nyawa mereka dapat diselamatkan oleh pelaku penabrakan, yaitu Kolonel Priyanto, Kopda Andreas Dwi Atmoko, dan Koptu Ahmad Soleh.

"(Korban Handi) dia patah linear (di kepala). Orang (yang) pendarahan otak saja menunggu proses lama untuk meninggal, apalagi ini hanya patah linear, kalau dia cepat ditolong (nyawanya) bisa diselamatkan," kata Zaenuri saat ditemui di Pengadilan setelah memberi keterangan sebagai ahli di persidangan.

Ia kembali menjelaskan bahwa penyebab kematian Handi karena tenggelam dalam keadaan tidak sadar. Jika korban dalam keadaan sadar, kata Zaenuri, air juga ditemukan di lambung. Sementara itu, jika korban tenggelam ke sungai dalam keadaan meninggal dunia, air tidak ditemukan di lambung dan paru-paru.

Kendati demikian, dokter forensik Prof. Dr. Margono Soekarjo itu tidak dapat memastikan waktu kematian. "Karena memang sudah pembusukan (setelah diangkut dari dalam air, red.), saya tidak berani bilang berapa hari," ujar Zaenuri.

Baca juga: Jubir OPM Bantah Tembak Pasangan Suami Istri dan Akui Pembakaran Koramil

Enam saksi

Pengadilan Militer Tinggi II, Jakarta, kembali menggelar sidang kasus pembunuhan dengan terdakwa Kolonel Priyanto, Kamis. Dalam persidangan itu, hanya satu ahli yang dihadirkan, yaitu dokter forensik. Oditur Militer Tinggi II Jakarta yang menjadi penuntut umum saat sidang, Kolonel Sus Wirdel Boy, menyampaikan masih ada enam saksi yang akan dihadirkan ke persidangan.

"Enam orang itu seluruhnya adalah saksi fakta," kata Wirdel.

Hakim Ketua Brigjen Faridah, yang saat ini menjabat Kepala Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, menjadwalkan sidang kembali berlanjut pada hari Kamis (7/4/2022) minggu depan.

Kasus ini bermula dari Kolonel Priyanto dan dua anak buahnya, yaitu Kopda Andreas dan Koptu Ahmad Sholeh menabrak Handi dan Salsa di Nagreg pada awal Desember 2021 lalu. Mereka tidak membawa korban tersebut ke rumah sakit, namun justru membuang tubuh Handi dan Salsa di Sungai Serayu, Jawa Tengah. Salsa dibuang ke sungai dalam kondisi meninggal dunia, sedangkan Handi masih hidup.

Pada sidang sebelumnya, Selasa (8/3), oditur militer yang merupakan penuntut umum di persidangan militer mendakwa Kolonel Priyanto dengan Pasal 340 KUHP, Pasal 338 KUHP, Pasal 328 KUHP, Pasal 333 KUHP, dan Pasal 181 KUHP.

Baca juga: Perintah Tegas Andika kepada BAIS, Keturunan PKI Bisa Jadi Prajurit TNI

photo
dr Muhamad Zaenuri Syamsu Hidayat yang dihadirkan saat memberikan keterangan sebagai saksi ahli dalam sidang kasus meninggalnya Handi Saputra dengant terdakwa Kolonel Infanteri Priyanto di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Jakarta Timur, Kamis (31/3). - (Republika/Flori Sidebang)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement