Sabtu 26 Mar 2022 13:05 WIB

Jokowi Geram Soal Impor Barang dan Jasa, Ini Respons Ketua KPK

Firli mengaku memahami alasan presiden geram terhadap impor barang dan jasa.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Andri Saubani
Presiden Joko Widodo (kiri).
Foto: ANTARA/Fikri Yusuf
Presiden Joko Widodo (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri angkat bicara terkait kekesalan yang diungkapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait impor pengadaan barang dan jasa. Firli mengaku memahami alasan presiden yang geram lantaran Indonesia lebih banyak melakukan impor dibanding ekspor.

"Saya mengerti arti 'kemarahan' bapak presiden karena sikap kita terhadap kemampuan produk dalam negeri versus produk impor sudah keterlaluan. Ini ada hubungannya dengan korupsi pengadaan barang dan jasa," kata Firli dalam keterangan, sabtu (26/3).

Baca Juga

Dia mengatakan, KPK telah memberikan perhatian terhadap perilaku korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa. Dia mengakui bahwa sektor pengadaan barang dan jasa di Indonesia memang rawan perbuatan menyimpang para aparatur sipil negara (ASN).

"Sudah lama KPK memberikan perhatian kepada korupsi barang dan jasa, terutama karena di dalamnya rawan suap dan sogok yang sering berakhir dengan kegiatan Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK," kata Firli lagi.

Dia mengaku sepakat dengan arahan presiden agar mulai mengubah orientasi pengadaan barang dan jasa serta menghentikan korupsi di sektor tersebut. Menurutnya, daya dan hasil guna yang dimaksud salah satu yang utama adalah untuk memperbaiki perekonomian nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

"KPK berkomitmen membantu pemerintah dalam berbagai program perbaikan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat karena korupsi adalah benalu dalam setiap niat dan program yang baik," katanya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi geram lantaran banyak kementerian yang masih mengimpor produk untuk kegiatan operasional mereka. Jokowi bahkan menyebut Indonesia bodoh akibat lebih tingginya konsumsi barang impor di dalam negeri.

Jokowi mengungkapkan bahwa anggaran pengadaan barang dan jasa sebenarnya sangat besar. Dia mengatakan, anggaran pemerintah pusat mencapai Rp 526 triliun, pemerintah daerah Rp 535 triliun, dan BUMN Rp 420 triliun.

Menurutnya, jika 40 persen dari total anggaran digunakan untuk pengadaan barang dan jasa dari dalam negeri maka pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat. Dia menegaskan kalau belanja produk dalam negeri ditingkatkan maka kementerian dan BUMN tak perlu lagi mencari investor untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

"Tidak usah cari ke mana-mana, tidak usah cari investor, kita diam saja tapi konsisten beli barang yang diproduksi pabrik-pabrik, industri-industri, UKM-UKM kita, kok tidak kita lakukan? Bodoh sekali kalau kita tidak melakukan ini," katanya.

Hal tersebut dalam acara "Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia". Kegiatan itu juga dihadiri oleh para menteri kabinet Indonesia Maju serta para gubernur di tanah air.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement