REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan sekretaris umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman hadir dalam lanjutan sidang kasus dugaan tindak pidana terorisme yang menjeratnya di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Jumat (25/3). Dalam sidang dengan agenda duplik ini, Munarman menyatakan tak menggunakan kekerasan, apalagi terorisme dalam mencapai tujuan.
Munarman mengaku tak sepakat dengan penggunaan kekerasan, walau dengan dalih apapun. Menurut dia, dalih yang digunakan pelaku teror tak bisa dibenarkan.
"Dalam masalah kekerasan dan rangkaian pemboman di Indonesia, sudah saya ungkap bukti-bukti di persidangan bahwa FPI dan saya menolak cara-cara kekerasan. Apalagi penggunaan terorisme atau pengeboman sebagai sarana perjuangan," kata Munarman dalam sidang, Jumat (25/3).
Ia menegaskan sikap menolak kekerasan dan terorisme selalu digaungkannya dan FPI. Misalnya, FPI tak termasuk pendukung aksi bom bunuh diri dengan dalih jihad.
"Bukan terjadi baru-baru ini, bahkan sejak bom Bali 2002 FPI sudah mengecam dan menyatakan bahwa hal tersebut adalah tindakan terorisme bukan jihad," ujar Munarman.
Munarman malah balik menyindir pihak yang menuding dirinya dan FPI terjerumus dalam aksi terorisme. "Kalau ada fitnah bahwa FPI dan saya baru-baru ini saja mengecam terorisme dan pemboman, maka orang tersebut kudet alias kurang update atau bahkan memang penjahat yang sengaja menyesatkan informasi," lanjut Munarman.
Ia mengatakan dirinya sebenarnya sepakat agar pemerintah memberantas terorisme. Munarman berusaha membuktikan dirinya tak terlibat terorisme sebagaimana didakwakan. "Saya tampilkan kembali bukti-bukti tersebut agar penuntut umum melek matanya. Bahwa bukan karena sudah ramai dibicarakan baru klarifikasi," kata Munarman.
Walaupun demikian, Munarman siap menjalani hukuman bila terbukti bersalah. Ia menyinggung dirinya bukan sosok yang lari dari masalah. "Saya bukan orang yang suka mengelak dari tanggung jawab. Saya siap menanggung hukuman apabila memang saya merupakan bagian dari jaringan kelompok atau organisasi teroris," kata Munarman.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur menolak pembelaan terdakwa Munarman dan penasihat hukumnya dalam kasus dugaan tindak pidana terorisme. "Replik dari Jaksa Penuntut Umum intinya menolak pembelaan dari terdakwa dan penasihat hukum terdakwa," kata Majelis Hakim PN Jakarta Timur dalam sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana terorisme di Jakarta, Rabu (23/3).
JPU menuntut Munarman hukuman delapan tahun penjara terkait kasus dugaan tindak pidana terorisme. JPU menilai, Munarman terbukti telah melakukan pemufakatan jahat, persiapan, percobaan, atau pembantuan untuk melakukan aksi terorisme.
Munarman dinilai melanggar Pasal 15 juncto Pasal 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Undang-Undang 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.