Kamis 17 Mar 2022 09:34 WIB

KPK Duga Rahmat Effendi Beri Pesan Khusus Menangkan Kontraktor Tertentu

Wali Kota Bekasi nonaktif minta sejumlah uang kepada swasta sebagai sumbangan masjid.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi  berjalan keluar usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (17/2/2022).
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi berjalan keluar usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (17/2/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga tersangka Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi (RE) memberikan pesan khusus kepada pihak terkait agar memenangkan kontraktor tertentu dalam pengerjaan proyek beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi. RE terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 5 Januari 2022.

Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan, untuk mengonfirmasi dan mendalami dugaan tersebut, tim penyidik KPK memeriksa Asisten Daerah I Sekretariat Daerah Kota Bekasi Yudianto sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (16/3/2022).

"Yudianto diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota Bekasi. Ia hadir dan dikonfirmasi serta didalami pengetahuannya perihal proyek di beberapa SKPD Pemerintah Kota Bekasi yang diduga di dalamnya ada titipan pesan khusus dari tersangka RE agar pihak terkait memenangkan kontraktor tertentu," kata Ali dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (17/3/2022).

Pada Kamis (6/1), KPK menetapkan total sembilan tersangka, yakni lima penerima suap dan empat pemberi suap dalam kasus dugaan korupsi tersebut.Para penerima suap adalah Rahmat Effendi (RE), Sekretaris DPMPTSP MBunyamin (MB), Lurah Jati Sari Mulyadi (MY), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL).

Sementara itu, pemberi suap adalah Direktur PT ME Ali Amril (AA), pihak swasta Lai Bui Min (LBM), Direktur PT KBR Suryadi (SY), serta Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin (MS). Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Pemkot Bekasi pada 2021 menetapkan APBD perubahan untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan total anggaran Rp 286,5 miliar.

Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi, Jawa Barat, senilai Rp 21,8 miliar, serta pembebasan lahan polder 202 senilai Rp 25,8 miliar dan lahan polder air Kranji senilai Rp 21,8 miliar. Selanjutnya, ganti rugi lain berbentuk tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp 15 miliar. Atas proyek tersebut, RE diduga mengintervensi dan menetapkan lokasi tanah milik swasta.

RE memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek itu serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan. Lalu sebagai bentuk komitmen, tersangka diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemkot Bekasi dengan sebutan untuk sumbangan masjid. Uang tersebut diserahkan melalui perantara orang kepercayaannya, yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin.

Tidak hanya itu, Rahmat Effendi pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemkot Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya. Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional RE yang dikelola oleh Mulyadi. Ada pula tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi, dan RE diduga menerima Rp 30 juta dari Ali Amril melalui M Bunyamin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement