Ahad 13 Mar 2022 12:00 WIB

Pandangan Hukum LBH Pelita Umat Soal Densus Tembak Dokter Sunardi

Polri menegaskan Densus 88 telah melakukan tindakan terukur.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Hafil
Pandangan Hukum LBH Pelita Umat Soal Densus Tembak Dokter Sunardi. Foto:  Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan
Foto: Dok Pri
Pandangan Hukum LBH Pelita Umat Soal Densus Tembak Dokter Sunardi. Foto: Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan menanggapi Densus 88 yang menembak mati dokter Sunardi. Menurutnya, jika pun benar ada perlawanan, tidak perlu dokter Sunardi ditembak sampai nyawanya hilang di tempat kejadian.

"Sekalipun polisi diberi kewenangan untuk menembak dari peraturan Kapolri, namun bukan berarti bebas menembak sampai mati. Terduga itu tidak untuk dimatikan, tapi dilumpuhkan," ujar Chandra, Ahad (13/3/2022).

Baca Juga

Chandra menegaskan, bahwa negara ini merupakan negara hukum, dan tugas polisi adalah menegakkan hukum. Dan hukum itu pun ada asas praduga tak bersalah, walaupun melawan dengan hendak melarikan diri, bukan berarti lantas menembak dengan alasan tersebut.

Chandra mengatakan, apabila terdapat pelanggaran hukum yang dilakukan terduga tersebut, seharusnya dapat diproses sebagaimana ketentuan pidana yang belaku. Proses hukum tersebut merupakan cerminan dari asas praduga tak bersalah dan memberikan kesempatan bagi pihak yang dituduh untuk melakukan pembelaan secara adil dan berimbang (due process of law).

"Dan bahwa aparat dibolehkan untuk menggunakan kekuatan atau kekerasan, terutama dengan senjata api, sebagai upaya terakhir," katanya.

Itu pun kata dia, harus merupakan situasi luar biasa untuk melindungi keselamatan dirinya dan atau orang lain. Misalnya terduga kejahatan akan menyerang memakai celurit atau pedang hampir menghunus anggota badan petugas.

"Apabila kondisi hal demikian tidak terjadi, maka dapat dinilai sebagai tindakan tanpa hukum atau extra judicial killing," katanya.

Chandra mengatakan, apabila indikasi extra judicial killing terjadi, maka merupakan suatu pelanggaran hak hidup seseorang yang telah dijamin oleh UUD 1945 dan UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Kontitusi dan peraturan di bawahnya telah menjamin seperti hak hidup dan hak atas pengadilan yang adil.

"Hal itu merupakan hak asasi yang tidak dapat dikurangi apapun keadaannya," katanya.

Untuk itu kata Chandra Purna Irawan, karena perkara ini telah menjadi perhatian publik, agar diperoleh keadilan publik maka perlu Komnas HAM RI segera membentuk tim independen pencari fakta. Komnas HAM juga harus transparan mengungkap kejadian tersebut, terutama menyingkap penyebab terjadinya penembakan.

"Jika aparat yang di lapangan dan/atau memberikan perintah yang terlibat dalam insiden itu melanggar protokol tentang penggunaan kekuatan dan senjata api, mereka harus diungkap secara terbuka dan diadili sesuai dengan hukum," katanya.

Karena itu, kata Chandra, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Umat berencana melaporkan kasus penembakan terhadap dokter Sunardi oleh Tim Densus 88 Antiteror Polri ke Komnas HAM dan Obudsman.

"Mempertimbangkan membuat laporan ke Komnas HAM atas dugaan pelanggaran HAM dan lapor," kata Chandra.

Penjelasan Polri

Sementara sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo memberikan tanggapan terkait tindakan tegas dan terukur yang dilakukan Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri terhadap Sunardi, tersangka dugaan tindak pidana terorisme yang diketahui berprofesi sebagai dokter.

Penembakan terhadap Sunardi mendapat sorotan warganet yang menyayangkan keputusan aparat penegak hukum melakukan tindakan tegas terukur berupa penembakan.

“Prinsipnya penegakan hukum adalah upaya terakhir ketika upaya-upaya preventif sudah dilakukan oleh petugas di lapangan,” kata Dedi saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Jumat.

Dedi menjelaskan, petugas kepolisian dalam hal ini Densus 88 Antiteror dibekali kewenangan diskresi atau kebebasan mengambil keputusan sendiri sesuai situasi di lapangan.

“Apabila membahayakan maka dapat dilakukan tindakan untuk melumpuhkan,” ujarnya.

Mantan Kapolda Kalimantan Tengah itu juga menekankan bahwa personel kepolisian bertugas sesuai dengan aturan dan perundangan yang ada, dalam hal ini sesuai dengan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian dan Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaran Tugas Kepolisian.

“Serta secara universal petugas polisi di dunia melakukan hal tersebut,” ujarnya.

Namun, Dedi juga menegaskan, apabila dalam upaya penegakan hukum terjadi pelanggaran yang dilakukan aparat kepolisian maka pihaknya akan menindak tegas.

“Apabila ada pelanggaran yang dilakukan, anggota Propam akan menindak,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan mengatakan bahwa Sunardi sudah ditetapkan sebagai tersangka, bukan lagi terduga.

Ia juga menjelaskan alasan tindakan tegas terukur yang dilakukan aparat kepolisan adalah karena Sunardi melakukan perlawanan terhadap petugas yang berupaya melakukan penegakan hukum.

“Pada saat penangkapan terhadap tersangka dilakukan upaya paksa dengan tegas dan terukur, karena tersangka melawan petugas dengan menabrakkan mobilnya ke arah mobil petugas,” ujarnya seperto dikutip ANTARA.

Ia melanjutkan, setelah Sunardi menabrak dua mobil petugas, anggota naik ke bak belakang mobil doble cabin Strada milik tersangka, namun tersangka tetap menjalankan mobilnya dan melaju dengan kencang serta menggoyangkan setir ke kanan dan ke kiri sehingga menyerempet mobil warga yang melintas.

“Dengan situasi tersebut dan dianggap bisa membahayakan petugas dan masyarakat sekitar maka petugas menembak tersangka dari belakang dan mengenai punggung atas dan pinggul kanan bawah,” ungkap Ramadhan.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement