REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) akan menaikkan peyelidikan kasus dugaan korupsi di PT Krakatau Steel ke penyidikan. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Supardi mengatakan, sudah meminta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) merampungkan penghitungan kerugian negara terkait proyek pembangunan tungku peleburan tinggi (blast furnace) baja tipis milik perusahaan milik negara tersebut.
Supardi mengatakan, penghitungan BPKP akan menjadi salah satu data bukti yang akan diajukan tim penyelidikan untuk ekspos perkara. “Saya tidak pernah janji. Tetapi, mudah-mudahan minggu ini, kita ekspos lagi untuk bisa naik ke tingkat penyidikan,” ujar Supardi kepada Republika, Ahad (6/3). Kata dia, tim penyelidikannya, sebetulnya sudah memiliki data minimal terkait kerugian negara, maupun bukti tentang dugaan korupsi terkait kasus tersebut.
Akan tetapi, Supardi mengatakan, penghitungan dari BPKP, punya validasi lebih tinggi untuk memastikan angka pasti kerugian negara. “Kalau kerugiannya memang sudah ada. Dan kita sudah ada kesepakatan dengan BPKP, bahwa ini clear, tidak akan lama lagi naik ke penyidikan. Mudah-mudahan dalam minggu depan ini naik penyidikan,” ujar Supardi.
Dugaan korupsi di PT Krakatau Steel ini, pernah disampaikan oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir pada 2021. Erick saat acara Talkshow Bangkit Bareng yang digelar oleh Republika, Selasa (28/9/2021), pernah mengungkapkan perusahaan baja milik negara itu, mencatatkan utang mencapai 2 miliar dolar Amerika Serikat (AS), atau setara Rp 28,51 triliun. Dari utang tersebut, terkait pembuatan tungku peleburan tanur tinggi. Tetapi, proyek tersebut mangkrak. Ada dugaan korupsi dalam pembangunan peleburan baja tersebut.
“Krakatau Steel, punya utang dua miliar dolar (AS). Salah satunya investasi 850 juta dolar dari proyek blast furnace (peleburan tanur tinggi) yang hari ini mangkrak,” ujar Erick. Sementara versi penyelidikan di Kejakgung, Supardi menerangkan duduk kasus ini berawal pada 2011. PT Krakatau Steel, lewat PT Krakatau Engineering mengikat kontrak dengan MCC CERI, konsorsium tungku baja asal Cina. Kontraknya senilai Rp 6,92 triliun.
Nilai kontrak tersebut mengharuskan MCC CERI membangun tanur tinggi untuk pabrik baja tipis milik Krakatau Steel di wilayah Cilegon, Banten. Dari kontrak tersebut, Krakatau Steel sudah membayar senilai Rp 5,35 triliun. Akan tetapi, kata Supardi, pembangunan tanur tinggi tersebut tak rampung dan tak selesai. MCC CERI menghentikan pengerjaannya pada 2019. Sementara proyek pembangunan yang sudah berjalan sebelumnya, sampai kini terbengkalai dan tak dapat difungsikan.
Selain itu, kata Supardi, proses pengerjaannya sampai saat ini, pun belum diserahterimakan dari penyedia jasa, ke Krakatau Steel. Hal tersebut, dikatakan Supardi, sudah memenuhi kualifikasi kerugian negara. “Nanti, akan kita lihat kronologis hukumnya seperti apa saat penyidikan, dan juga berapa kerugian negara dari penghitungan BPKP,” terang Supardi. Supardi mengatakan, surat resmi dari Jampidsus sudah meminta BPKP untuk melakukan audit khusus kerugian negara untuk mendorong kasus tersebut naik penyidikan, dan dapat menetapkan tersangka.