REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ikatan Advokat Muslim Indonesia (IKAMI) Abdullah Al-Katiri mengatakan, Polda Metro Jaya tidak dibenarkan menolak laporan Roy Suryo dengan alasan tempat kejadianya (locus delicti) bukan di wilayah hukum Polda Metro Jaya.
Roy Suryo melaporkan Menteri Yaqut Cholil Qoumas ke Polda Metro Jaya karena diduga telah menista agama dengan menganalogikan suara adzan dengan gonggongan anjing.
"IKAMI mempertanyakan Polda Metro Jaya menolak laporan Roy Suryo dengan salah satu alasan locus delicti pada saat yang bersangkutan menyatakan pernyataannya di Pekanbaru," kata Abdullah Al-Katiri saat dihubungi Republika, Ahad (27/2/2022).
Abdullah Al-Katiri menceritakan dalam beberapa perkara dengan barang bukti IT yang ditangani oleh IKAMI selama ini tidak mendasarkan pada tempat di mana pernyataan itu disampaikan atau diucapkan. Misalnya kasus Saracen yang ditangangani IKAMI ini tempat kejadiannya di Pekanbaru namun dilaporkan dan diproses di Jakarta.
"Pelapornya menemukan ucapan atau pernyataan Saracen dengan membuka atau diunduh di Facebook yang di Jakarta tempat kedudukan pelapor berada, dan laporan tersebut tetap diproses bahkan sampai persidangan. Meskipun pada akhirnya pasal yang dikenakan tidak terbukti," ujarnya.
Begitu pula kata dia, perkara-perkara lainnya seperti Syahganda Nainggolan, Anton Permana, Jumhur Hidayat yang dilaporkan dengan locus delicti kediaman para pelapor.
Karena para pelapor menemukan dugaan perbuatan pidananya ketika membuka ponsel para pelapor sendiri di kediaman masing masing pelapor bukan di tempat yang dilaporkan membuat pernyataannya.
Abdullah menambahkan, dalam budaya Indonesia, khususnya kata anjing atau babi itu merupakan hewan yang mempunyai konotasi negatif. Menag Yaqut, menurut dia, telah terbukti menyamakan suara adzan dengan suara anjing yang bentuk penistaan agama.
"Jika suara adzan yang merupakan panggilan untuk melaksanakan sholat yang suci dan sakral ada yang menyamakan dengan suara anjing yang najis dan berkonotasi negatif itu jelas adalah penistaan agama," katanya.
Abdullah memastikan, perbuatan penistaan Menag Yaqut itu dapat dikenakan Pasal 156 a huruf a KUHP. Sedangkan penyebarannya dapat dikenakan pasal 28 ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016.
Bahkan kata dia, pada beberapa tahun yang lalu ada kliennya yang dilaporkan karena menyebut seseorang dengan kata kata babi, dan laporan itupun diproses. Bahkan pelakunya telah diputus dan dipenjarakan.
"Seharusnya dalam pernyataan yang menyamakan adzan dengan anjing ini perlu diproses secara hukum. Karena unsur pasal penistaan agama telah terpenuhi," katanya.
Sementara itu, Abdullah Al-Katiri memastikan Surat Edara Menag Yaqut tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat kepada masjid dan mushola yang mengatur tentang adzan menggunakan pengeras suara. Dia menilai Surat Edaran tersebut tidak memiliki sanksi hukum karena Surat Edaran biasanya berlaku internal suatu lembaga atau institusi.
"Surat Edaran tidak ada di dalam hierarki perundang-undangan yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011," kata dia menegaskan.