REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) akan mengangkat dua agenda utama pada kegiatan Research and Innovation Initiative Gathering (RIIG). Keduanya isu tersebut adalah kerja sama riset dan inovasi melalui sharing sarana, prasarana, dan pendanaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati untuk mendukung green and blue economy.
Ada sejumlah alasan yang membuat BRIN hendak mengangkat isu tersebut dalam rangkaian forum G20 itu. "Saya ingin menekankan beberapa poin mengapa BRIN menganggap kedua isu tersebut penting bagi semua negara anggota G20. Pertama, keanekaragaman hayati dan pemanfaatannya, termasuk riset kesehatan dan medis adalah kunci masa depan kita," ujar Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, dikutip dari laman resmi BRIN, Ahad (27/2).
Alasan kedua, isu tersebut juga merupakan komponen kunci dalam upaya global memerangi pandemi dan perubahan iklim. Menurut dia, perubahan iklim tidak dapat dihindari untuk mempertimbangkan laut dan ekosistemnya. Karena itu, penelitian kelautan lintas batas dan pemahaman mendalam tentang laut dan ekosistemnya harus menjadi pengubah permainan di masa depan.
Di sisi lain, Handoko menyayangkan belum adanya mekanisme yang mapan dan kesepakatan bersama melakukan riset global tentang keanekaragaman hayati. “Dukungan pemanfaatan keanekaragaman hayati yang lebih masif sangat diperlukan melalui kolaborasi berbasis kesetaraan untuk kemakmuran umat manusia," kata dia.
Sebagai salah satu negara megabiodiversitas, Indonesia percaya skema semacam Global Biodiversity Research Partnership (GBRP) perlu dibentuk. Menurut Handoko, skema semacam itu diperlukan untuk mengambil tindakan yang lebih konkrit guna mendorong pemanfaatan keanekaragaman hayati global dan kolaborasi global di dalamnya.
Indonesia saat ini lebih dari siap untuk berkontribusi secara progresif untuk mewujudkan GBRP. "Karena itu, saya mohon dukungan dan kontribusi para negara anggota G20 untuk mewujudkan inisiatif ini dalam waktu dekat,” kata dia.
Kepala BRIN juga melihat beberapa negara anggota G20 sudah akrab dengan skema Group of Senior Officials on Global Research Infrastructures (GSO-GRI). Di mana, skema tersebut berfokus infrastruktur riset untuk mendukung big science.
“Mungkin, kita dapat mengadopsi beberapa praktik terbaiknya untuk mewujudkan Kemitraan Riset Keanekaragaman Hayati Global sesegera mungkin. Kemitraan itu nantinya diharapkan mempercepat riset dan inovasi berbasis keanekaragaman hayati yang lebih maju dan global di masa depan," kata dia.
Menanggapi kedua usulan yang disampaikan BRIN, para Ketua Delegasi RIIG G20 dari beberapa negara memberikan mendukung dan mengapresiasi terhadap kedua usulan tersebut. Delegasi Italia dan Jepang mendorong adanya kerja sama pada kedua bidang tersebut dan harus dituangkan ke dalam program yang lebih spesifik berupa konsep atau platform konkrit yang bersifat global.
Para delegasi sepakat berdiskusi lebih lanjut terkait pentingnya konsep Open Science, dengan mendorong ketersediaan data dan fasilitas yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan oleh sesama anggota. Keempat area yang diusulkan oleh BRIN, yakni yakni biodiversity, marine and ocean, space and renewable energy, juga menjadi prioritas bagi negara-negara G20.