Sabtu 26 Feb 2022 17:43 WIB

CSIS: Penundaan Pemilu Mengingkari Prinsip Pembatasan Kekuasaan

Arya mengatakan salah satu semangat dari reformasi adalah pembatasan kekuasaan.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Agus raharjo
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Arya Fernandes memberikan paparan hasil survey CSIS terhadap Calon Gubernur DKI di Jakarta, Senin (25/1).
Foto: Republika/ Wihdan
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Arya Fernandes memberikan paparan hasil survey CSIS terhadap Calon Gubernur DKI di Jakarta, Senin (25/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Center for Strategic and Internasional Studies (CSIS), Arya Fernandes menegaskan, wacana memperpanjang masa jabatan mengingkari komitmen demokratik. Menurutnya, masyarakat perlu menolak wacana penundaan Pemilu 2024.

"Di Indonesia time limit (pembatasan masa jabatan) dibatasi adalah dua periode, jadi pasal 7 (UUD Negara Republik Indonesia 1945) itu dipilih lima tahun dan dapat diperpanjang lagi hanya untuk satu kali masa jabatan," kata Arya dalam diskusi daring bertajuk 'Tolak Penundaan Pemilu 2024', Sabtu (26/2/2022).

Baca Juga

Arya menjelaskan, wacana penundaan pemilu dinilai mengingkari prinsip-prinsip pembatasan kekuasaan. Ia mengatakan, dalam sistem presidensial, ada doktrin soal pembatasan kekuasaan yang tujuannya untuk memastikan adanya regenerasi politik.

"Yang lebih penting lagi saya kira doktrin pembatasan kekuasaan itu bertujuan supaya agar pejabat eksekutif itu tidak berpotensi membuat kebijakan yang enggak demokratis. makanya dia harus dibatasi," ujarnya.

Kemudian wacana penundaan pemilu juga dinilai mengingkari semangat reformasi yang berlangsung selama ini. Arya mengatakan salah satu semangat dari reformasi adalah pembatasan kekuasaan. "Jadi time limit itu menjadi konsensus politik bersama para elite," ujarnya.

Selain itu penundaan masa jabatan pemilu juga dianggap tidak sesuai dengan tata tertib politik Indonesia. Adanya keberkalaan pelaksanaan waktu pemilu yang dilakukan secara reguler harus dipatuhi semua pihak.

"Di konstitusi kita itu diatur bahwa fix term election itu dilaksanakan selama lima tahun sekali baik untuk memilih DPR RI, DPR provinsi, kota, dan memilih presiden dan DPD, jadi ada soal fix term election yang diingkari karena adanya penundaan dan perpanjangan itu," tegas Arya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement