REPUBLIKA.CO.ID, CIPUTAT -- Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) mencatat peningkatan angka kekerasan terhadap anak dan perempuan di Tangsel. Pada Januari 2022 tercatat ada 25 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di wilayah tersebut.
Angka tersebut lebih tinggi dari periode yang sama pada 2021 dengan jumlah sebanyak 10 kasus. Juga lebih tinggi dari bulan sebelumnya, Desember 2021 dengan 19 kasus.
"Selama Januari ada 25 kasus kekerasan anak dan perempuan. Rinciannya sembilan kekerasan anak dan perempuan dewasa 16," ujar Kepala Unit Pelaksana Teknis P2TP2A Kota Tangsel Tri Purwanto, Kamis (24/2).
Tri mengatakan, kasus yang paling banyak adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Lalu kekerasan pada anak, penelantaran, dan kekerasan berbasis daring.
"Faktornya (peningkatan kasus) saya belum tahu, mungkin karena sudah banyak yang berani lapor, tapi jenis laporan paling tinggi KDRT," kata dia.
Sementara itu, data Februari 2022, dia menyebut belum direkapitulasi. Dalam menangani kasus kekerasan anak dan perempuan tersebut, Tri mengatakan, melakukan sejumlah upaya penyelesaian, diantaranya melalui ranah hukum.
"Sebagian masuk ranah hukum, total belum kita buat laporan. Tapi yang jelas sudah ada yang masuk ranah hukum dan masuk proses pengadilan juga," tuturnya.
Sementara itu, Tri mengulas, dari tahun 2020 ke 2021 ada penurunan kasus kekerasan anak dan perempuan di Tangsel. Pada 2020 jumlahnya mencapai sebanyak 217 kasus, meliputi 135 kasus kekerasan anak dan 82 kasus perempuan dewasa.
Angka itu menurun pada 2021 dengan jumlah kasus sebanyak 179 kasus meliputi 111 kasus kekerasan anak dan 68 kasus kekerasan pada perempuan dewasa.