Senin 10 Dec 2018 15:28 WIB

NTT Bentuk Satgas Desa Cegah Perdagangan Orang

Pada 2017 NTT menempati urutan pertama kasus kekerasan pada perempuan dan anak.

Kekerasan pada anak.   (ilustrasi)
Foto: EPA/Francis R. Malasig
Kekerasan pada anak. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur Josef Nae Soi mengatakan pemerintah provinsi setempat telah membentuk satuan tugas (Satgas) di desa-desa untuk mencegah adanya aksi perdagangan orang yang bermula dari desa. Ia mengatakan hal itu berkaitan dengan upaya pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam mengurangi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

"Kami bikin satgas langsung di desa-desa untuk mencegah perdagangan orang, tidak di kota kabupaten tapi langsung di desa bekerja sama dengan para pendamping desa," katanya dalam konferensi pers yang digelar bersama Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yambise di Kupang, Senin (10/12).

Nae Soi mengakui kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di daerah itu masih sangat tinggi. Komnas Perempuan mencatat, pada tahun 2017, NTT menempati urutan pertama daerah dengan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang tertinggi di wilayah Indonesia bagian timur, dengan jumlah yang dilaporkan sebanyak 677 kasus.

Menurutnya, salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak juga berupa perdagangan manusia (human trafficking) karena sudah banyak yang menjadi korban. Untuk itu, pemerintah provinsi membentuk satuan tugas langsung di desa-desa melibatkan peranan para pendamping desa.

Pemerintah provinsi, lanjutnya telah memberikan pelatihan untuk beberapa angkatan pendamping desa serta memberikan tugas untuk ikut mencegah perdagangan manusia. "Salah satunya kami minta mereka mendampingi masyarakat dalam mencegah kekerasan terhadap perempuan dan 'human trafficking'," tuturnya.

Ia menambahkan, sejak dilantik, ia bersama Gubernur NTT Viktor Laiksodat langsung bergerak mengumpulkan semua tokoh lintas agama dan tokoh masyarakat untuk membicarakan mengenai persoalan kekerasan terhadap perempuan maupun perdagangan orang. Selain itu, pihaknya juga telah mengumpulkan para rektor perguruan tinggi serta pimpinan daerah dari 22 kabupaten/kota terkait persoalan tersebut.

"Sebentar lagi kami mendampingi para bupati untuk ketemu dengan ketua-ketua RT/RW setiap kecamatan karena persoalan ini sudah sangat kronis," ujarnya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement