Kamis 17 Feb 2022 11:03 WIB

KPK Panggil Sekda Kota Bekasi Terkait Kasus Rahmat Effendi

Rahmat Effendi tersangka kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di Pemkot Bekasi.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bekasi, Reny Hendrawati.
Foto: Dok Pemkot Bekasi
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bekasi, Reny Hendrawati.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bekasi, Reny Hendrawati sebagai saksi dalam penyidikan kasus yang melibatkan tersangka Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi (RE).

Rahmat Effendi merupakan salah satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait dengan pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi.

Baca Juga

"Hari ini (Kamis), Reny Hendrawati diperiksa sebagai saksi untuk tersangka RE," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (17/2/2022).

Selain Reny, KPK memanggil tiga saksi lainnya. Mereka adalah dua staf Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (Perkimtan) Bekasi Syarif dan Sau Mulya, ada pula Widodo Indrijanto selaku pensiunan ASN/Ketua Panitia Pembangunan Masjid Ar Ryasakha. Pada Kamis (6/1), KPK menetapkan total sembilan tersangka, yakni lima penerima suap dan empat pemberi suap terkait kasus dugaan korupsi tersebut.

Para penerima suap adalah RE, Sekretaris DPMPTSP M Bunyamin (MB), Lurah Jati Sari Mulyadi (MY), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL). Selanjutnya pemberi suap adalah Direktur PT ME Ali Amril (AA), pihak swasta Lai Bui Min (LBM), Direktur PT KBR Suryadi (SY), serta Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin(MS).

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Pemkot Bekasi pada 2021 menetapkan APBD Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan total anggaran Rp 286,5 miliar. Ganti rugi itu untukpembebasan lahan sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu, Bekasi, Jawa Barat senilai Rp 21,8 miliar, serta pembebasan lahan polder 202 senilai Rp 25,8 miliar, dan lahan polder air Kranji senilai Rp 21,8 miliar.

Kemudian, ganti rugi lain berbentuk tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp 15 miliar. Atas proyek tersebut, RE diduga menetapkan lokasi tanah milik swasta dan melakukan intervensi. RE  memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek itu serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.

Sebagai bentuk komitmen, RE diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemkot Bekasi dengan sebutan untuk sumbangan masjid. Uang tersebut diserahkan melalui perantara orang kepercayaannya, yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin. Tidak hanya itu, RE diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemkot Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya.

Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional RE yang dikelola oleh Mulyadi. Adapula tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi, dan RE diduga menerima Rp 30 juta dari Ali Amril melalui M Bunyamin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement