Senin 14 Feb 2022 14:19 WIB

AJI: Hentikan Label Hoaks Terhadap Insiden Wadas

Pemerintah dinilai berupaya mendistorsi berita terkait kekerasan di Desa Wadas.

Rep: Ali Mansur/ Red: Bilal Ramadhan
Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Asura membawa poster saat berunjukrasa di depan Balai Kota Malang, Malang, Jawa Timur, Senin (14/2/2022). Dalam aksi solidaritas tersebut mereka menuntut pemerintah mengusut tuntas kasus tindakan represif aparat yang terjadi di Wadas, Purworejo.
Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Asura membawa poster saat berunjukrasa di depan Balai Kota Malang, Malang, Jawa Timur, Senin (14/2/2022). Dalam aksi solidaritas tersebut mereka menuntut pemerintah mengusut tuntas kasus tindakan represif aparat yang terjadi di Wadas, Purworejo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) meminta pemerintah agar tidak sembarangan memberikan cap atau stempel hoaks terhadap insiden yang terjadi di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

Peristiwa pengamanan berlebihan yang disertai kekerasan dan penangkapan ini menjadi sorotan media massa, tapi sayang justru pemerintah mengecapnya sebagai berita bohong.

Baca Juga

"Pemerintah terlihat berupaya mendistorsi berita terkait pengamanan berlebihan, kekerasan, dan penangkapan yang dilakukan aparat. Hal tersebut setidaknya tergambar dalam konferensi pers yang disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD di Jakarta pada Rabu (9/2/2022)," ujar Ketua AJI Sasmito dalam keterangan tertulisnya di laman resmi AJI, dilihat pada Ahad (13/2/2022).

Bahkan akun media sosial Humas Polri juga memberikan stempel serupa pada konten milik Wadas Melawan. Polisi membuat narasi bahwa ada warga yang membawa senjata tajam dan diamankan polisi. Padahal media mainstream melaporkan bahwa senjata tajam yang dibawa warga merupakan alat untuk mencari rumput pakan ternak.

"Melihat sejumlah fakta tersebut, AJI Indonesia menyerukan Pemerintah untuk menghentikan pelabelan hoaks peristiwa di Wadas yang sewenang-wenang dan berdasarkan klaim yang dianggap sesuai dengan narasi yang diharapkan aparat," tegas Sasmito.

Lanjut Sasmito, Jaringan Pengecekan Fakta Internasional mengharuskan adanya prinsip-prinsip. Mulai dari komitmen nonpartisan dan keadilan, komitmen transparansi atas sumber, transparansi metodologi (pengecekan fakta), serta komitmen atas koreksi yang terbuka dan jujur.

Kemudian, kata Sasmito, Pers nasional agar menjalankan fungsi kontrol sosial seperti diamanatkan Undang-undang Pers. Termasuk melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. Seperti pembangunan proyek Bendungan Bener yang berdampak kepada warga Wadas.

"Pers nasional untuk memberikan suara kepada mereka yang tidak bisa bersuara. Sebab hanya pers yang mendapat jaminan perlindungan UU Pers, yang dapat menjadi juru bicara publik saat berhadapan dengan pemerintah atau penguasa," tutur Sasmito.

AJI juga menyerukan, agar jurnalis bersikap independen dan menghasilkan berita yang akurat terkait peristiwa di Wadas. Independen dapat diartikan memberitakan peristiwa atau fakta tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan.

"Sedangkan akurat berarti sesuai keadaan obyektif peristiwa tersebut dan telah diverifikasi berlapis, tidak hanya sekedar mengutip pernyataan pejabat atau narasumber tertentu," tutup Sasmito.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement