REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah memastikan tim penyidik menetapkan Johan Darsono (JD) dan Suyono (S) sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perkara dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Kamis (10/2). JD dan S adalah dua tersangka dari pihak swasta dalam kasus yang diduga merugikan negara Rp 2,6 triliun.
“Sudah ditetapkan itu (TPPU). Iya, Johan, dan S. Nanti detailnya tanyakan ke Dirdik (Direktur Penyidikan),” ujar Febrie saat ditemui di Gedung Pidana Khusus, Kejaksaan Agung (Kejakgung), Jakarta, Kamis (10/2).
Untuk diketahui, Johan Darsono adalah Direktur PT Mount Dreams Indonesia atau JD Group. Sedangkan Suyono merupakan Direktur PT Jasa Mulya Walet Indonesia atau Walet Group. Keduanya ditetapkan tersangka korupsi dan ditahan sejak Kamis (6/1/2022). Keduanya menjadi tersangka bersama lima orang mantan petinggi di LPEI.
Terkait dengan tersangka JD dan S, Supardi pernah menjelaskan, keduanya membawahi 12 anak perusahaan. Grup JD diduga merugikan negara Rp 2,1 triliun dari penerimaan dana pembiayaan ekspor yang dituding tak tepat sasaran dan menyimpang.
Sementara pada Grup Walet, yang terdiri dari empat anak perusahaan menerima pembiayaan ekspor senilai Rp 576 miliar. Dana itu juga diperoleh dari persekongkolan jahat.
Supardi, pekan lalu pernah mengatakan, penjeratan TPPU terhadap JD dan S adalah upaya penyidikan untuk melacak seluruh aset-aset dan sumber keuangan milik kedua tersangka. Kata dia, pelacakan itu untuk pengembalian kerugian negara yang totalnya mencapai Rp 2,6 triliun.
Menurut dia, penjeratan sangkaan korupsi saja tak akan mempan untuk menjerakan keduanya dalam hal pengembalian kerugian negara. Dengan TPPU, tim akan mampu melacak aset mereka. Saat ini, tim mulai berhasil menginventarisir sejumlah aset milik tersangka JD yang diduga bersumber dari hasil korupsi dana LPEI.
Pada Kamis (10/2), tim pelacakan aset menyita tiga bidang tanah seluas 16,2 hektare yang berada di Sukaharjo, Jawa Tengah (Jateng). “Itu asumsi sementara nilainya kurang lebih Rp 70 sampai Rp 80 miliar,” ujar Supardi.