REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tiga saksi diperiksa dalam penyidikan lanjutan dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) 2013-2019. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejakgung), Leonard Ebenezer Simanjuntak mengatakan, tim penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) telah memeriksa para tim auditor dan manajer di LPEI pada Kamis (4/11).
“Yang diperiksa adalah SH, AW, dan HK,” ujar Ebenezer dalam keterangan resmi yang diterima wartawan di Jakarta, Kamis (4/11).
Di layar monitor gedung Pidsus Kejakgung, para saksi yang diperiksa tersebut mengacu pada nama Saeful Hendra (SH). Ia diperiksa selaku Kepala Departemen Spesial Audit-I LPEI April 2020-Juli 2021. Kemudian, Agung Waluyo (AW) diperiksa selaku Kepala Satuan Kerja Audit Internal LPEI. “SH dan AW diperiksa terkait hasil audit internal di LPEI,” terang Ebenezer.
Sedangkan HK adalah Hapsari Kusumaningrum selaku Asisten Relationship Manager di LPEI. Ia diperiksa terkait pemberian fasilitas kredit LPEI.
Pada Selasa (2/11), Jampidsus telah menetapkan tujuh orang saksi sebagai tersangka dalam penyidikan dugaan korupsi di LPEI. Mereka menjadi tersangka dan ditahan lantaran menolak memberikan keterangan terkait perkara korupsi yang sedang diselidiki.
Para tersangka tersebut adalah mantan direktur pelaksana UKM dan Asuransi Penjaminan LPEI 2016-2018, Indrawijaya Supriadi (IS); mantan kepala Departemen Analisa Risiko Bisnis (ARB)-II LPEI 2017-2018, Novelis Hendrawan (NH); mantan kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) LPEI Makassar 2019-2020, Eko Mardiasto (EM); mantan relationship manager Divisi Unit Bisnis LPEI 2015-2020 Kanwil Surakarta, Creisa Ryan Gara Sevada (CRGS).
Kemudian, Deputi Bisnis LPEI 2016-2018 kanwil Surakarta, Amri Alamsyah (AA); mantan kepala Departemen Bisnis UKMK LPEI, Mugi Lestiadi (ML); dan pegawai manager risiko PT BUS Indonesia, Rizki Armando Riskomar (RAR).
Ketujuh tersangka dijerat dengan Pasal 21 dan Pasal 22 UU Tipikor 31/1999-20/2001. Direktur Penyidikan Jampidsus Supardi pernah menerangkan, dugaan korupsi di LPEI ini terkait dengan pemberian fasilitas kredit dan pembiayaan oleh LPEI terhadap banyak perusahaan ekspor di dalam negeri. Namun, dalam pemberian pembiayaan kredit ekspor tersebut terindikasi terjadi ragam penyimpangan.
“Ada satu perusahaan itu, yang (merugikan negara) sampai triliunan rupiah,” terang Supardi.
Kata dia, penyimpangan tersebut berupa pemberian fasilitas kredit ekspor dari LPEI terhadap para debitur yang tak tepat sasaran dan tak sesuai peruntukan. “Ada juga (perusahaan debitur) yang tidak memiliki izin ekspor, tetapi dia menerima kredit ekspor LPEI itu,” terang Supardi.
Dari penyidikan juga terungkap, beberapa perusahaan penerima kredit pembiyaan ekspor tersebut tak memiliki jaminan yang sebanding dengan kontrak LPEI sebagai kreditur. “Intinya, itu kredit macet. Agunannya tidak sesuai dari kredit yang diberikan,” terang Supardi.