REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Dadang Kahmad mengecam tindakan aparat kepolisian yang represif kepada warga Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah. Sebanyak 64 warga diamankan oleh kepolisian terkait penolakan pembangunan waduk di Desa Wadas.
“Kami mengecam segala bentuk tindakan aparat Kepolisian yang terindikasi bersifat intimidatif, represif, dan konfrontatif yang dapat menimbulkan ketakutan, gangguan keamanan, dan ketertiban bagi warga di Desa Wadas,” kata Dadang dalam siaran pers, Rabu (9/2/2022).
Dadang mengingatkan kepada pihak kepolisian bahwa setiap warga negara Indonesia berhak dan sah untuk menyampaikan aspirasi dan mengkonsolidasikan gerakannya, terkait penyelamatan kelestarian dan masa depan lingkungan hidupnya. Sebagaimana telah diamanatkan dalam Pasal 28H UUD NRI 1945 dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengeloalaan Lingkungan Hidup.
Karenanya, terkait informasi berupa penangkapan terhadap 64 orang dan tindakan represif yang terjadi pada warga, tim kuasa hukum warga dan aktivis di Desa Wadas pada 8 Februari 2022, Muhammadiyah mendesak kepolisian untuk menghentikan upaya represif tersebut. “Kami juga mendesak pihak Kepolisian untuk membuka akses bagi tim kuasa hukum, media, pers, dan pendamping warga di Desa Wadas,” kata dia.
Majelis Hukum dan HAM (MHH) serta Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Muhammadiyah sangat berharap agar Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dapat mengendalikan tindakan anak buahnya. Karena apa yang dilakukan aparat di Desa Wadas sangat intimidatif sehingga menimbulkan ketakutan di masyarakat
“Tindakan aparat kepolisian yang terindikasi bersifat intimidatif, represif, dan konfrontatif ini dapat menimbulkan ketakutan, gangguan keamanan dan ketertiban bagi warga di desa Wadas,” kata dia. Terakhir, Dadang berharap agar kepolisian tidak lagi menutup dan membatasi akses informasi publik terkait dengan kondisi terkini dari Desa Wadas.