Ahad 16 Jan 2022 00:14 WIB

65,7 Persen dari 288 Anak Ajukan Permohonan ke LPSK Korban Kekerasan Seksual

Angka kasus kekerasan seksual diyakini lebih besar daripada yang dilaporkan ke LPSK.

Rep: Ronggo Astungkoro / Red: Ratna Puspita
Sepanjang 2021, terdapat 288 korban anak yang mengajukan permohonan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Sebanyak 65,7 persen dari 288 korban atau 189 anak merupakan korban kekerasan seksual. (Foto: Ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Sepanjang 2021, terdapat 288 korban anak yang mengajukan permohonan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Sebanyak 65,7 persen dari 288 korban atau 189 anak merupakan korban kekerasan seksual. (Foto: Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan apresiasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) atas penerbitan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021. Sepanjang 2021, terdapat 288 korban anak yang mengajukan permohonan ke LPSK.

Sebanyak 65,7 persen dari 288 korban atau 189 anak merupakan korban kekerasan seksual. "Terdapat 25 korban anak mengalami kekerasan seksual di lingkungan pendidikan," kata Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu, lewat keterangan pers, Sabtu (15/1). 

Baca Juga

Namun, Edwin mengatakan, kasus kekerasan seksual, khususnya yang terjadi di lingkungan pendidikan, merupakan fenomena gunung es. Angka sebenarnya diyakini lebih besar daripada yang dilaporkan ke LPSK. 

Dia mengatakan, catatan laporan permohonan yang diajukan ke LPSK selama dua tahun terakhir. "Pada dua tahun terakhir, LPSK mencatat sebanyak 107 permohonan terkait dugaan tindak pidana di lingkungan pendidikan yang berasal dari korban, pelapor maupun saksi. Sebanyak 63 persennya merupakan kasus kekerasan seksual, sementara 37 persen sisanya adalah kasus penganiayaan," ujar Edwin. 

Pada kesempatan yang sama, Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo, mengatakan, LPSK dan Kemendikbudeistek segera memperpanjang perjanjian kerjasama yang akan habis masa berlakunya. Hasto menyatakan, dalam pokok-pokok kerja sama yang baru, akan dimasukan beberapa poin tambahan yang dinilai perlu untuk memperkuat kerja-kerja perlindungan saksi dan/atau korban tindak pidana di lingkungan pendidikan. 

"Misalnya terkait pengembangan psikososial dalam ranah pendidikan, saat ini cukup banyak permohonan untuk mendapatkan rehabilitasi psikososial dari korban yang berusia sekolah, seperti permintaan relokasi sekolah atau pemenuhan hak untuk korban berkebutuhan khusus," kata Hasto. 

Hal tersebut dia sampaikan oleh saat berdiskusi dengan Mendikbudristek, Nadiem Makarim, secara daring selama kurang lebih satu jam, pada Jumat (14/1). Dia hadir bersama dengan ketua serta sejumlah wakil ketua dan sekretaris jenderal LPSK sedangkan Nadiem didampingi oleh beberapa Dirjen dan Irjen Kemendikbud. 

Menanggapi hal tersebut, Nadiem mengucapkan terima kasih atas dukungan yang telah diberikan LPSK, terlebih  perihal penerbitan Permendikbud tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Menurut dia, meskipun pada awalnya cukup banyak pihak yang mengkritisi, saat ini sudah bisa terlihat hasilnya. 

“Melalui Permendikbud itu, sudah banyak laporan yang masuk ke Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual," kata Nadiem. 

Nadiem secara khusus meminta kepada LPSK agar dapat menyiapkan perlindungan kepada pelapor dan anggota satuan tugas bila terjadi ancaman balik dari terduga pelaku. Selain itu, Kemendikbudristek meminta agar LPSK lebih aktif melakukan sosialisasi ke kampus-kampus agar semakin orang banyak orang yang tahu bahwa orang yang melaporkan tindakan kekerasan seksual yang dialaminya, dapat dilindungi oleh LPSK. 

“Kerja sama dengan LPSK menjadi sangat penting, semoga prosesnya tidak membutuhkan waktu lama,” terang Nadiem.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement