Rabu 05 Jan 2022 20:16 WIB

Bahar Smith Jadi Tersangka, Wamenag Yakin Polri Profesional

Wamenag mendukung langkah penegakan hukum oleh pihak kepolisian.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Andi Nur Aminah
Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi.
Foto: dok. Kemenag
Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Agama (Wamenag), KH Zainut Tauhid Sa’adi, menyampaikan, polisi saat ini sedang memproses kasus Habib Bahar Smith (BS) yang diduga ucapannya mengandung ujaran kebencian dan unsur kebohongan publik. Indonesia sebagai negara hukum maka asas equality before the law, yaitu asas persamaan di depan hukum, harus diterapkan.

"Siapa pun yang bersalah harus bertanggung jawab di depan hukum. Proses penegakkan hukum (law enforcement) yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan harus dilaksanakan demi tegaknya keadilan dan terjaminnya rasa keadilan di tengah masyarakat," kata Kiai Zainut kepada Republika.co.id, Rabu (5/1).

Baca Juga

Wamenag mendukung langkah penegakan hukum oleh pihak kepolisian. Wamenag yakin polisi bekerja secara profesional, transparan dan menjunjung tinggi asas keadilan dan praduga tidak bersalah.

Wamenag mengingatkan, belajar dari pengalaman BS, mengimbau kepada para penceramah agama atau pendakwah dan tokoh agama untuk menjadikan mimbar ceramah sebagai ruang edukasi publik yang mencerahkan dan inspiratif. Setiap tokoh agama, ulama, habaib dan penceramah agama mengemban tugas mulia sebagai pewaris para Nabi (waratsatul ambiya) untuk melaksanakan tugas mulia amar ma'ruf nahi munkar, yakni mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran.

"Ada pemahaman sementara orang yang salah terhadap tugas dakwah tersebut. Orang sering memahami tugas mulia tersebut secara keliru, seakan-akan kalau mengajak kebaikan itu dengan cara yang lemah lembut sedangkan kalau mencegah kemungkaran itu harus dengan cara yang keras dan kasar," ujarnya.

Wamenag menjelaskan, pemahaman seperi itu adalah keliru dan tidak dibenarkan menurut agama. Baik amar ma'ruf maupun nahi munkar harus dilaksanakan dengan cara-cara yang baik, santun, berakhlak mulia dan tidak melanggar hukum dan norma susila.

"Tidak boleh atas nama mencegah kemungkaran (nahi munkar) dengan kata-kata yang kasar, menebarkan ujaran kebencian, hoaks, fitnah, adu domba dan teror atau ancaman yang membuat ketakutan pihak lain," jelasnya.

Wamenag mengatakan, para penceramah agama hendaknya dalam berdakwah dengan cara-cara yang hikmah. Yaitu dengan penuh kebijaksanaan, mauidhah hasanah dengan pesan-pesan yang baik, dan mujadalah hasanah yakni berdiskusi atau bertukar pikiran dengan cara yang santun dan bijak.

"Saya kira ketiga hal tersebut bersifat umum atau universal yang semua penceramah agama sudah sangat memahaminya, hanya tinggal penerapannya saja yang dibutuhkan kesadaran dan tanggung jawab," jelasnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement