REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Epidemiologi dari Universitas Indonesia Tri Yunus Miko Wahyono menanggapi terkait peraturan pemerintah mulai Januari 2022 yang mewajibkan semua satuan pendidikan melaksanakan pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen atau setiap hari. Menurutnya, pemerintah terlalu terburu-buru dan kurang hati-hati.
"Ini kurang hati-hati ya karena masih banyak murid yang belum vaksinasi. Harusnya tujuan masuk sekolah itu untuk mempercepat vaksinasi bukan masuk sekolah secara efektif dan akhirnya virus itu menyebar nanti jadi cluster lagi," katanya saat dihubungi Republika, Senin (3/1).
Kemudian, ia melanjutkan jumlah kasus Omicron di Indonesia terus bertambah. Selain itu, vaksinasi hingga dosis kedua untuk usia anak sekolah juga masih rendah. Sehingga pemerintah harus kaji ulang kebijakan ini.
Ia menambahkan harusnya pemerintah meningkatkan cakupan vaksinasi dosis kedua oleh semua murid. Dengan begitu pemerintah punya data dan bisa dipikirkan apa langkah selanjutnya. Jangan terlalu gegabah untuk membuat kebijakan.
"Pemerintah harus ada data dan tingkatkan vaksinasi pada murid. Karena kondisi sekarang masih banyak varian yang muncul. Kalau mereka masuk sekolah terpapar dan pulang ke rumahnya. Semua anggota keluarga bisa kena juga," kata dia.
Ia menyarankan pemerintah bersabar dan berhati-hati dalam membuat kebijakan. Usahakan memiliki data murid-murid yang pernah terpapar Covid-19 siapa saja dan yang punya komorbid siapa saja. Sehingga kalau ada apa-apa terjadi punya datanya.
"Ini fatal jika tidak berhati-hati. Anak-anak bisa terpapar. Tingkatkan dulu vaksinasi sampai dosis kedua. Jangan sampai belum ada yang divaksinasi sama sekali," kata dia.
Sebelumnya diketahui, PPKM Level 1 dilaksanakan dengan ketentuan, mulai dari capaian vaksinasi dosis dua pada pendidik dan tenaga kependidikan di atas 80 persen, capaian vaksinasi dosis dua pada lansia di atas 50 persen, serta vaksinasi pada peserta didik yang terus berlangsung sesuai aturan di tingkat kota/kabupaten.
"PTM terbatas dilaksanakan setiap hari. Jumlah peserta didik dapat 100 persen dari kapasitas ruang kelas dan waktu belajar hingga enam jam pelajaran per hari. Protokol kesehatan harus menjadi perhatian utama bagi seluruh warga sekolah," ujar Nahdiana.
Nahdiana menjelaskan, bagi peserta didik yang belum dapat mengikuti PTM terbatas di sekolah karena pertimbangan orang tua, dapat memberikan keterangan kepada pihak sekolah dan tetap memperoleh layanan pembelajaran secara daring serta tetap mendapat hak penilaian.
"Diharapkan, orang tua dan masyarakat dapat memberikan dukungan agar pelaksanaan PTM terbatas berjalan sesuai dengan prosedur yang ada," katanya.