Rabu 29 Dec 2021 19:20 WIB

Catatan 2021: Polisi Dominasi Kekerasan Jurnalis Hingga Banyak Dilaporkan Langgar HAM

Polisi disebut paling banyak lakukan kekerasan jurnalis dan dilaporkan langgar HAM.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Mas Alamil Huda
Polisi disebut paling banyak melakukan kekerasan terhadap jurnalis hingga paling banyak dilaporkan masyarakat karena diduga melanggar HAM. Foto: Aksi polisi membanting mahasiswa yang berdemonstrasi di Tangerang viral di media sosial.
Foto: Twitter/@AksiLangsung
Polisi disebut paling banyak melakukan kekerasan terhadap jurnalis hingga paling banyak dilaporkan masyarakat karena diduga melanggar HAM. Foto: Aksi polisi membanting mahasiswa yang berdemonstrasi di Tangerang viral di media sosial.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa lembaga merilis hasil pemantauan sepanjang 2021 di bidang masing-masing. Dari catatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), polisi disebut paling banyak melakukan kekerasan terhadap jurnalis hingga paling banyak dilaporkan masyarakat karena diduga melanggar HAM.

AJI Indonesia mencatat ada 43 kasus kekerasan terhadap jurnalis sejak 1 Januari sampai 25 Desember 2021. AJI mengungkap, pelaku kekerasan terhadap jurnalis didominasi oleh oknum petugas kepolisian. Sekretaris Jenderal AJI Ika Ningtyas merinci dari 43 kasus kekerasan terhadap jurnalis, 12 di antaranya dilakukan oleh polisi. 

Baca Juga

"Kami mendata pada tahun 2021, ada 12 kasus (kekerasan) yang dicatat AJI pelakunya adalah polisi," kata Ika dalam konferensi pers yang digelar virtual pada Rabu (29/12).

Ika menyayangkan hanya satu kasus kekerasan terhadap jurnalis yang diproses yang ke pengadilan dari 43 kasus. Yaitu kasus pemukulan terhadap  jurnalis Tempo, Nurhadi, di mana dua personel kepolisian dijadikan tersangka. "Kami melihat ada upaya untuk memperpanjang praktik impunitas terhadap kejahatan kepada jurnalistik," ujar Ika. 

Ika khawatir kasus kekerasan terhadap jurnalis bisa saja berlanjut di tahun berikutnya bila kasus semacam ini tak diproses hukum hingga tuntas. "Tentunya praktik impunitas ini harus diperhatikan oleh pemerintah supaya ke depannya tidak ada lagi kasus kekerasan kepada jurnalis," ucap Ika.

Selain polisi, pihak yang melakukan kekerasan terhadap jurnalis ialah orang tidak dikenal sebanyak 10 kasus, aparat pemerintah delapan kasus, pekerja profesional, dan warga masing-masing empat kasus. Terakhir kelompok birokrat, jasa, ormas, perusahaan, dan TNI masing-masing satu kasus.

Sementara itu Ketua Divisi Advokasi AJI, Erick Tanjung, menjelaskan, dari 43 kasus kekerasan pada jurnalis terdiri dari 9 teror dan intimidasi, 7 kekerasan fisik, dan 7 pelarangan peliputan. Berikutnya ada 7 ancaman, 5 serangan digital, 4 penuntutan hukum, 3 penghapusan peliputan, dan 1 penahanan.

"Ada tindakan memata-matai dan menguntit terhadap jurnalis tim Indonesialeaks (Suara.com, Tempo, Jaring, Tirto.id, Independen.id, KBR, The Gecko Project) yang menginvestigasi liputan mengenai polemik tes wawasan Kebangsaan pegawai KPK," tutur Eka.

Komnas HAM menyayangkan kekerasan oleh aparat masih terjadi sepanjang tahun 2021. Komnas HAM memantau berbagai kekerasan dalam bentuk penggunaan kekuatan berlebih, penyiksaan, dan tindakan lain yang kejam dan tidak manusiawi terjadi di berbagai penanganan unjuk rasa di hampir semua daerah di Indonesia.

"Khususnya penanganan unjuk rasa penolakan RUU Cipta Kerja maupun isu lain, kasus Tamilow Maluku Tengah. Ini juga sering terjadi di dalam penanganan konflik agraria di berbagai daerah," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam paparan Catatan Akhir Tahun HAM di Indonesia sepanjang 2021 pada Selasa (28/12).

 

Selain itu, Ahmad meminta pendekatan pidana adalah langkah terakhir dalam penegakan hukum, bukan sebaliknya. Survei nasional yang diadakan oleh Komnas HAM dengan responden sebanyak 1.200 orang di 34 provinsi menunjukkan lebih dari 80 persen masyarakat setuju dengan pendekatan keadilan restoratif. 

 

"Lebih dari 80 persen masyarakat juga lebih memilih pendekatan nonyudisial ketika sedang berhadapan dengan proses hukum. Hal ini mengindikasikan secara gamblang pada akses atas keadilan di negeri ini harus terus dibenahi, meskipun beberapa langkah untuk perbaikan telah dilakukan yaitu meliputi reformasi peradilan, kejaksaan, dan kepolisian," tutur Ahmad.

 

Komnas HAM juga menyinggung dugaan penyiksaan yang terjadi di rutan kepolisian dan lembaga pemasyarakatan yang terus terjadi. Komnas HAM mencatat setidaknya terjadi peristiwa kematian tahanan di rumah tahanan Polres Bengkulu Utara, Polres Tangerang Selatan, Polresta Balikpapan, dan Polres Tangerang Kota. 

 

"Ini menunjukkan bahwa tata kelola penghukuman pidana harus dibenahi, termasuk dari sisi aparatur negara yang lebih memahami pada hak asasi manusia, juga sarana dan prasarana rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan yang lebih manusiawi," ujar Ahmad.

 

Komnas HAM menekankan, kebakaran Lapas Klas IA Tangerang pada 8 September 2021 adalah tragedi kemanusiaan yang harus diusut tuntas baik dari sisi dugaan kesengajaan, pembiaran, dan atau kelalaian dari aparatur negara yang bertanggung jawab. Komnas HAM meminta para keluarga korban harus dipenuhi hak-haknya atas kompensasi dan keadilan.

 

Dalam kaitan ini, Komnas HAM melalui 'Kerjasama untuk Pencegahan Penyiksaan' yang terdiri atas Komnas HAM, LPSK, Ombudsman RI, Komnas Perempuan, dan KPAI telah melakukan pelatihan untuk aparatur penegak hukum.

 

"Agar mereka memiliki kapasitas dan pengetahuan dalam pencegahan penyiksaan dalam tahap penyelidikan dan penyidikan, serta dalam masa penahanan di lembaga pemasyaratan," ucap Ahmad.

 

Komnas HAM mendata, ada 2.721 pengaduan soal dugaan pelanggaran HAM sepanjang Januari hingga 15 Desember 2021. "Dari data kami, pihak yang paling banyak diadukan adalah kepolisian yaitu sebanyak 661 aduan," kata Ahmad.

 

Setelah Korps Bhayangkara, posisi kedua yang paling banyak dilaporkan masyarakat ialah korporasi swasta sebanyak 379 aduan. Berikutnya pemerintah pusat sebanyak 236 aduan, dan pemerintah daerah sebanyak 229 aduan. Lalu ada laporan masyarakat terhadap lembaga peradilan sebanyak 132 aduan dan kejaksaan 84 aduan. "Posisi paling bawah ditempati TNI sebanyak 73 aduan," ujar Ahmad.

 

Ahmad menjelaskan, klasifikasi jenis HAM yang paling banyak diadukan yaitu hak atas kesejahteraan sebanyak 945 aduan. Disusul hak memperoleh keadilan sebanyak 820 aduan, dan hak atas rasa aman sebanyak 162 aduan. 

 

Selain itu, Ahmad menerangkan, wilayahnya aduan dugaan pelanggaran HAM paling banyak diperoleh Komnas HAM dari wilayah DKI Jakarta yaitu sebanyak 368 aduan. "Berikutnya menyusul Jawa Barat 286 aduan, Sumatra Utara 228 aduan, Jawa Timur 218 aduan, dan Sulawesi Selatan 127," ucap Ahmad.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement