REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sultan B Najamudin mengkritisi ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) sebesar 20 persen untuk Pilpres 2024. Menurutnya, ketentuan itu membuat parpol gagal melakukan regenerasi.
Najamudin menyebut, PT 20 persen merupakan wujud diskriminasi politik terhadap partai politik tertentu. Menurutnya, tidak adil jika warga Indonesia hanya disuguhi dengan dua pilihan capres yang merupakan hasil skenario politik elit.
"Partai politik seharusnya menjadi pihak yang paling dirugikan dengan ketentuan ini. Karena setiap partai tentu memiliki visi dan platform politik yang berbeda. Namun karena partai cenderung pragmatis dan tidak ideologis, maka hal ini menjadi lumrah," kata Najamudin dalam keterangan pers yang diterima Republika, Jumat (17/12).
Najamudin menilai PT 20 persen membuat parpol kehilangan perannya dalam melahirkan calon pemimpin. Dia juga menyinggung, parpol gagal meregenerasi sel-sel kepemimpinan bangsa, berikut tugas edukasi politiknya bagi masyarakat.
"Karena parpol lebih memilih berkoalisi dengan pemerintah, akibatnya landscape demokrasi kita menjadi kering. Buktinya indeks demokrasi Indonesia sejak 2020 menempati titik terendahnya sejak reformasi," ujar Najamudin.
Najamudin menyindir parpol yang seharusnya melahirkan politisi-politisi yang ideal bagi demokrasi justru mencari aman di ruang kekuasaan.
"Bahkan ketua umum partai bersedia menjadi pembantu presiden. Akibatnya Demokrasi kita terkesan hanya melahirkan politisi, bukan negarawan," lanjut Najamudin.
Oleh karena itu, Najamudin menyuarakan, pentingnya merevisi UU Pemilu yang mengatur mengenai PT 20 persen. Dia meyakini, ketentuan itu cenderung eksklusif dan tidak demokratis.
"Hegemoni politik yang tidak relevan dengan semangat demokrasi ini harus kita akhiri," ucap mantan wakil Gubernur Bengkulu tersebut.
Sebelumnya, dua anggota DPD Bustami Zainuddin dan Fachrul Razi mengajukan judicial review PT dalam UU Pemilu ke MK pada Jumat (10/12). Keduanya yang didampingi pengacara Refly Harun ingin ambang batas jadi nol persen.