REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota panitia khusus (Pansus) rancangan undang-undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) Fraksi Partai Demokrat Hinca Panjaitan mengatakan, pembahasan RUU tersebut jangan sampai melanggar asas dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Terutama terkait pembentukan pemerintahan khusus IKN.
"UU IKN ini betul-betul taat asas pada UUD 1945 itu, itu yang mau kita diskusikan, kita dalami agar tidak salah. Jika kita dalami Pasal 18 (UUD 1945), baik ayat 1, ayat 2, maupun tambahannya yang sudah kita bahas terkait kekhususan itu," ujar Hinca dalam rapat dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa, Selasa (14/12).
RUU IKN akan mengatur pembentukan pemerintahan khusus IKN. Dalam Pasal 12 draf RUU IKN, pemerintahan khusus IKN memiliki sejumlah kewenangan. Bunyi pasal tersebut, "Kewenangan Pemerintahan Khusus IKN […] dalam pengelolaan wilayah IKN […] mencakup seluruh urusan pemerintahan, kecuali urusan pemerintahan di bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama."
Adapun pendanaan untuk pemerintahan khusus yang diatur dalam Pasal 24, bersumber dari dua hal. Antara lain adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Karena di Pasal 18 dibagi habis semua, pemahaman kami, yang bisa kita dalami bahwa dalam sistem ketatanegaraan kita dengan IKN yang sifatnya otorita itu di mana tempatnya? Ini yang harus kita diskusikan dalam," ujar Hinca.
Sementara itu, anggota Pansus Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ecky Awal Muharam mengatakan, bahwa pemerintah perlu menjelaskan lebih detail lagi perihal pemerintahan khusus IKN. Pasalnya, pemerintahan tersebut akan berada di dalam pemerintahan daerah yang sudah memiliki aturannya sendiri.
Fraksi PKS pun mengusulkan agar dibentuknya kewilayahan sendiri dengan konsep otorita. Ketimbang membentuk pemerintahan khusus IKN yang akan menghilangkan hak politik masyarakat di wilayah IKN dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) dan pemilihan legislatif (Pileg) DPRD tingkat kabupaten/kota.
"Terpenting adalah hak politik dari warga yang ada di situ terpenuhi hingga level ke daerah. Karena di situ ada retribusi dan sebagainya, bukan hanya masalah pemilihan presiden, wakil presiden, dan DPR," ujar Ecky.
Diketahui, wilayah yang masuk ke dalam pemerintahan khusus IKN tak akan menggelar Pilkada dan Pileg DPRD tingkat kabupaten/kota. Hal tersebut diatur dalam Pasal 13 RUU IKN.
Dalam Pasal 13 ayat (1), pemerintahan khusus IKN dikecualikan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur daerah pemilihan dalam rangka pemilihan umum. Pemilu hanya digelar untuk memilih presiden dan wakil presiden, DPR, dan DPD.
Pasal 13 ayat (2) berbunyi, "Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan perubahan perhitungan dalam penentuan kursi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada daerah yang berbatasan langsung dengan kawasan IKN […] maka penentuan jumlah kursi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada daerah tersebut mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan".
Baca juga : Pemindahan IKN tak Tiru Sangkuriang dan Bandung Bondowoso
Kemudian, Pasal 13 (3) berbunyi, "Penyusunan dan penetapan daerah pemilihan anggota DPR dan anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia di IKN […] dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia dengan konsultasi bersama Otorita IKN".
"Fraksi PAN berpandang DIM ini dihapus, bahwa ini bertentangan dengan UUD Pasal 18," ujar anggota Pansus Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Andi Yuliani Paris.
Diketahui, dalam Pasal 18b UUD 1945 terdapat dua ayat. Pertama berbunyi, "Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang undang."
Sedangkan ayat (2) berbunyi, "Negara mengakui dan menghormati kesatuankesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang."