REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal bersama Presiden KSPSI Abdul Gani Nea dan pimpiman aliansi pimpinan buruh lainnya melakukan audiensi dengan perwakilan Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (8/1). Dalam pertemuan itu mereka meminta penjelasan terkait penjelasan MK terkait amar putusan poin 7 dalam uji materi UU Cipta Kerja.
Menurut Iqbal dalam putusan itu tertulis, segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas terkait Undang-undang Cipta Kerja ditangguhkan. "Kami meminta penjelasan amar ke-7 yang menyatakan pemerintah tidak boleh mengeluarkan peraturan pelaksana atau menjalankan yang berdampak strategis kepada maayarakat," ujar Said Iqbal di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (7/12).
Selain itu, kata Said, PP No 36 tahun 2021 tentang pengupahan sangat berdampak stragis kepada masyarakat. Sebab masalah upah minimum, baik upah minimum provinsi (UMP) atau upah minimum kabupaten (UMK) eskalasi gerakannya terus meningkat dan MK memiliki hak untuk menjelaskannya. Karena itu pihaknya mendatangi MK bukan Mahkamah Agung (MA).
"Apakah yang digunakan tafsir itu oleh pemerintah adalah amar nomor 4 atau amar putusan nomer 7? Hanya MK yang bisa menjawab," tutur Said Iqbal.
Hasil dari audiensi yang diwakili Kepala Biro Komunikasi, kata Said Iqbal, MK berjanji akan segera menyampaikan kepada ketua hakim konstitusi untuk menyelesaikan multitafsir tersebut. Menurutnya keputusan MK bersifat mengikat kepada satuan terkecil pemerintahan sampai dengan pemerintah pusat.
"Dengan demikian bupati, wali kota dan gubernur boleh menggunakan keputusan MK tanpa harus berkonsultasi atau tunduk kepada pemerintah pusat," tegas Said Iqbal.
Hal senada disampaikan Abdul Gani Nea. Ia menegaskan, MK harus menjelaskan amar putusan poin 7 yang memunculkan multitafsir yang luar biasa di tengah masyarakat. Kemudian multitafsir tersebut memancing gerakan massa buruh secara massif diberbagai daerah. Dia khawatir situasi akan semakin memanas jika MK tidak segera menjelaskan amar putusan tersebut.
"Karena itu kami minta kepada MK untuk dalam waktu cepat dan segera, tadi juga pejabat MK menjanjikan dalam waktu segera juga untuk memberikan penjelasan karena MK tidak mengenal fatwa seperti MA," tutur Abdul Gani.