REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua panitia kerja (Panja) rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) Willy Aditya mengatakan, draf RUU terbaru juga mencantumkan korporasi sebagai pihak yang dapat dikenakan pidana. Ia menjelaskan, korporasi yang memaksa untuk melakukan aborsi akan dikenakan pidana denda minimal sebesar Rp 1 miliar.
"Kita masukkan klausul korporasi, tidak sendiri (dipaksa satu orang untuk aborsi). Selama ini kan dia jadi sendiri, ini kita masukkan ke tindak pidana eksploitasi seksualnya," ujar Willy di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (8/12).
Pasal 8 draf RUU TPKS terbaru, dalam ayat 1 berbunyi, "Setiap orang yang melakukan perbuatan dengan kekerasan, ancaman kekerasan, tipu daya, rangkaian kebohongan, nama identitas atau martabat palsu, penyalahgunaan kepercayaan, penyalahgunaan wewenang, atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan, atau ketergantungan seseorang, agar seseorang melakukan hubungan seksual dengannya atau orang lain dan/atau perbuatan yang memanfaatkan tubuh orang tersebut yang terkait keinginan seksual dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana karena eksploitasi seksual, dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Sedangkan dalam ayat 2 berbunyi, "Dalam hal tindak pidana eksploitasi seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Korporasi, Korporasi dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
"Itu juga kita konsultasikan dengan berbagai pihak sebelum mengambil keputusan," ujar Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR itu.
Di samping itu, ia berharap suara mayoritas dapat mengesahkan draf RUU TPKS di dalam rapat pleno. Setelah disetujui dalam rapat pleno, selanjutnya draf RUU TPKS akan dibawa ke paripurna untuk ditetapkan. Namun, menurut dia dinamika kemungkinan masih akan terjadi.
"Sepakat terhadap waktu, sikap fraksi nanti kita lihat di ruang sidang. Jadi, satu, sudah bersepakat untuk pleno pengesahannya nanti. Yang kedua, kita lihat dinamikanya nanti tergantung fraksi-fraksi, semoga ada angin segarlah," ujar Willy.