Jumat 05 Nov 2021 20:46 WIB

Flu Burung di China Mengkhawatirkan, Mungkinkah Mewabah?

China telah melaporkan 21 infeksi manusia pada tahun 2021 ke WHO.

 Ayam dipelihara di kandangnya di peternakan unggas setelah terkena flu burung (H5N1) atau peringatan Flu Burung, di Bhopal, India, 07 Januari 2021. Menurut laporan berita, kasus Flu Burung telah dilaporkan di negara bagian Himachal Pradesh, Madhya Pradesh, Rajasthan dan Kerala di seluruh India dan hampir 25.000 burung telah mati karenanya.
Foto: EPA-EFE/SANJEEV GUPTA
Ayam dipelihara di kandangnya di peternakan unggas setelah terkena flu burung (H5N1) atau peringatan Flu Burung, di Bhopal, India, 07 Januari 2021. Menurut laporan berita, kasus Flu Burung telah dilaporkan di negara bagian Himachal Pradesh, Madhya Pradesh, Rajasthan dan Kerala di seluruh India dan hampir 25.000 burung telah mati karenanya.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Rizky Suryarandika, Wahyu Suryana

BEIJING -- Lonjakan jumlah orang di China yang terinfeksi flu burung tahun ini kian menambah kekhawatiran. Para ahli mengatakan, jenis virus yang beredar tampaknya telah berubah dan mungkin lebih menular ke manusia. 

Baca Juga

China telah melaporkan 21 infeksi manusia dengan subtipe H5N6 flu burung pada tahun 2021 ke Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Padahal, tahun lalu hanya lima laporan. Meskipun jumlahnya jauh lebih rendah daripada ratusan orang yang terinfeksi H7N9 pada tahun 2017, infeksinya kian serius hingga menyebabkan banyak orang sakit kritis, dan sedikitnya enam orang meninggal. 

"Peningkatan kasus (penularan) manusia di China tahun ini mengkhawatirkan. Ini adalah virus yang menyebabkan kematian tinggi," kata profesor patologi komparatif di Erasmus University Medical Center di Rotterdam, Thijs Kuiken, dilansir dari Daily Star pada akhir Oktober lalu.

WHO mendapati sebagian besar kasus flu burung yang dialami manusia karena bersentuhan dengan unggas. WHO memastikan tidak ada kasus penularan dari manusia ke manusia yang dikonfirmasi. WHO menyoroti peningkatan kasus dalam sebuah pernyataan pada 4 Oktober.

"Penyelidikan lebih lanjut segera diperlukan untuk memahami risiko dan peningkatan penularan ke orang-orang," tulis laporan WHO.

Sejak itu, seorang wanita berusia 60 tahun di provinsi Hunan dirawat di rumah sakit dalam kondisi kritis dengan influenza H5N6 pada 13 Oktober, menurut pernyataan pemerintah Hong Kong. Sementara kasus H5N6 pada manusia telah dilaporkan. Namun tidak ada wabah H5N6 yang dilaporkan pada unggas di China sejak Februari 2020. 

China adalah produsen unggas terbesar di dunia dan produsen bebek teratas, yang bisa jadi sebagai reservoir virus flu. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China (CDC) tidak dapat dihubungi untuk memberikan komentar tentang peningkatan kasus H5N6 pada manusia. 

Namun, sebuah penelitian yang diterbitkan di situs webnya bulan lalu mengatakan ada peningkatan keragaman genetik dan distribusi geografis H5N6. Kondisi ini menimbulkan ancaman serius bagi industri unggas dan kesehatan manusia.

Virus flu burung terus-menerus beredar di unggas domestik dan liar, tetapi jarang menginfeksi manusia. Namun, evolusi virus yang meningkat seiring pertumbuhan populasi unggas menjadi perhatian utama. Sebab mereka dapat berubah menjadi virus yang menyebar dengan mudah di antara manusia dan menyebabkan pandemi. 

Jumlah terbesar infeksi H5N6 terjadi di provinsi barat daya Sichuan, meskipun kasus juga telah dilaporkan di negara tetangga Chongqing dan Guangxi, serta provinsi Guangdong, Anhui, dan Hunan. Setidaknya 10 kasus disebabkan oleh virus yang secara genetik sangat mirip dengan virus H5N8 yang merusak peternakan unggas di seluruh Eropa musim dingin lalu dan juga membunuh burung liar di China. Sehingga menunjukkan infeksi H5N6 terbaru di China mungkin merupakan varian baru. 

"Bisa jadi varian ini sedikit lebih menular (ke manusia), atau mungkin ada lebih banyak virus ini pada unggas saat ini dan itulah mengapa lebih banyak orang terinfeksi," kata Kuiken. 

Lantas, mungkinkan flu burung akan mewabah dan menginfeksi banyak manusia sebagaimana Covid-19? 

Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Prof Warsito menilai, peluang flu burung jadi sumber wabah baru seperti Covid-19 sangat kecil. Sebab, virus flu burung tidak dapat ditularkan langsung dari unggas ke manusia, namun harus melalui hewan perantara. Selain itu, Warsito berpendapat, virus dari Avian Influenza ini tidak dapat ditularkan dari manusia ke manusia.

"Avian Influenza (flu burung) tidak dapat ditularkan langsung dari unggas ke manusia. Harus ada hewan perantara, terutama babi. Virus ini juga tidak dapat ditularkan dari manusia ke manusia," kata Wasito, Jumat (5/11).

Dengan tingkat kemampuan penularan antarmanusia tersebut, ia menilai, penyakit flu burung tidak memiliki ancaman serius. Meski begitu, tingkat virulensi virus ini dalam hewan unggas berbeda-beda, tetap tergantung dengan tingkat variannya.

Warsito menekankan, virulensi flu burung dapat berbeda-beda tergantung antigenisitas dan mudah mati terkena panas. Untuk menekan penyebaran agar tidak menginfeksi manusia, bisa menekan unggas yang tertular atau isolasi mereka yang terpapar.

Soal bisa menyebabkan kematian manusia, memang kemungkinan besar bisa. Namun, itu perlu dilakukan pemeriksaan dan penelitian lebih lanjut menentukan biotipe baru flu burung yang terbentuk akibat faktor sifat pergeseran genetik virus tersebut.

Jadi, bisa menyebabkan kematian ditentukan hasil biotipe baru flu burung yang terbentuk akibat faktor sifat genetic shift atau genetic reassortment flu burung. Dari penelitian Warsito, flu burung dapat menular dari udara, namun mati bila terkena panas.

Meski saat ini tidak jadi wabah baru, ia mengingatkan, pemerintah tetap perlu mengadakan alat deteksi flu burung untuk manusia sebagai mitigasi. Selama ini, deteksi flu burung di unggas memakai deteksi melalui PCR yang semuanya impor. "Pada riset saya, semua kit impor," ujar Warsito.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement