REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan bupati Lampung Tengah, Mustafa mengakui mantan Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar Azis Syamsuddin pernah meminta 8 persen fee dari Dana Alokasi Khusus (DAK) 2017 yang akan diurus Azis. Permintaan ongkos pengurusan DAK itu diungkapkan langsung oleh Azis Syamsuddin saat keduanya bertemu di rumah Azis.
"Pembicaraan dengan Pak Azis akan mengurus anggaran di Lampung Tengah dan kami minta anggaran ke Pak Azis selaku Ketua Banggar (Badan Anggaran) DPR untuk perbaikan jalan-jalan Lampung Tengah yang rusak, waktu itu Pak Azis minta siapkan proposalnya saja," kata Mustafa dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (1/11).
"Ada dibicarakan nominal 8 persen?" tanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Wahyu Dwi Oktavianto.
"Ada pembicaraan seperti itu, tapi saya katakan ke Pak Azis nanti dibicarakan ke Taufik Rahman saja, saya tidak mengerti teknisnya," jawab Mustafa.
Mustafa bersaksi melalui sambungan video konferensi dari Lapas Sukamiskin Bandung, tempat ia menjalani hukuman 4 tahun penjara dalam kasus suap dan gratifikasi pengadaan barang dan jasa di Lampung Tengah tahun anggaran 2018. Pembicaraan Mustafa dan Azis tersebut terjadi pada pertemuan 2017, saat itu Mustafa ingin mengajukan Dana Alokasi Khusus (DAK) perubahan tahun anggaran 2017 ke Azis.
"Di Lampung Tengah jalan rusak semua dan Pak Azis selaku Ketua Banggar dan orang yang bertanggung jawab di Lampung Tengah, saya tanya ke Junaidi apa betul begitu? Jadi disampaikan untuk bisa ketemu dengan Pak Azis," kata Mustafa.
Junaidi yang dimaksud Mustafa adalah mantan Ketua DPRD Lampung Tengah, Achmad Junaidi Sunardi, yang juga sedang menjalani hukuman 4 tahun penjara. Ia terbukti menerima suap dari Mustafa sebesar Rp 1,25 miliar untuk memberikan persetujuan rencana pinjaman daerah Kabupaten Lampung Tengah kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp 300 miliar pada 2018.
"Pak Junaidi itu Ketua DPRD Lampung Tengah, sama-sama Golkar, sedangkan Pak Azis Ketua Banggar DPR dari Golkar, jadi dekat," ujar Mustafa.
Pertemuan Mustafa, Junaidi, dan Azis terjadi di rumah Azis di Pondok Indah, Jakarta Selatan pada 2017. Atas permintaan Azis sebesar 8 persen dari DAK yang diajukan itu, awalnya Mustafa sempat khawatir akan batal.
Uang yang diminta Azis tersebut kemudian diberikan pada 21 Juli 2021 oleh Kepala Seksi Bina Marga bernama Aan Riyanto. "Jadi di tanggal 21 Juli itu saya dapat perintah Pak Taufik untuk cari pinjaman uang untuk diberikan ke saudara Aliza, totalnya Rp 2,085 miliar. Pertama, Rp 1,135 miliar saya kasih ke Aliza di mal uang diambil kawannya lalu ditukar ke bentuk dolar Singapura. Kedua, Rp 950 juta di Hotel Veranda saya serahkan Aliza dan dibawa kawannya dan ditukarkan dolar," kata Aan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Setelah ia memberikan uang ke Aliza Gunado yang merupakan orang kepercayaan Azis Syamsuddin, Aan lalu melapor ke Kepala Dinas Bina Marga Lampung Tengah Taufik Rahman. "Aan hubungi saya katanya sudah diberikan ke Kafe Vios," kata Aan. Kafe Vios disebut sebagai kafe yang dikelola adik Azis Syamsuddin bernama Vio.
Dalam sidang yang sama, mantan kepala dinas bina marga Lampung Tengah, Taufik Rahman menceritakan proses pengurusan DAK Tahun Anggaran 2017 itu. Azis Syamsuddin diwakili oleh orang kepercayaannya, Aliza Gunad.
"Awalnya setelah pengajuan proposal saya ditemui Darius, dia teman di Lampung Tengah. Dia kasih tahu bahwa ada orang dari Jakarta yang bisa membantu mengurus tambahan DAK (Dana Alokasi Khusus) Lampung Tengah, namanya Aliza Gunado, saya bertemu April 2017 di Bandar Lampung," kata Taufik di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (1/11).
Taufik menjadi saksi untuk dua orang terdakwa, yaitu eks penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dan advokat Maskur Husain yang didakwa menerima total Rp 11,5 miliar dari pengurusan lima perkara di KPK. "Sebelum ketemu memang Darius kasih tahu Aliza ini orangnya Pak Azis Syamsuddin. Aliza juga memperkenalkan diri bahwa dia orangnya Pak Azis Syamsuddin," kata Taufik.
Saat bertemu dengan Aliza, dia memberitahu kalau Lampung Tengah mau dapat tambahan DAK harus ajukan proposal ke Kementerian Keuangan, Kementerian Pekerjaan Umum, Bappenas, dan DPRD, termasuk Badan Anggaran DPR. Taufik lalu mempersiapkan proposal seperti yang diminta oleh Aliza.
Ia lalu bersama dengan Kepala Bidang Dinas Bina Marga pergi ke Jakarta untuk bertemu Aliza di gedung DPR. "Waktu itu pengajuan proposal sekitar Rp 300 miliar. Di DPR, Aliza ada ruangan sendiri, staf ahli dari anggota MPR Pak Muhidin, tetapi dia mengaku orang kepercayaannya Pak Azis, dia minta proposalnya," tambah Taufik.
Taufik memberikan proposal DAK yang sama dengan proposal yang ia kirimkan ke berbagai kementerian. "Terus dia lihat, dia bilang proposalnya terlalu besar nilainya, jadi dia minta tolong bikin proposal lagi yang besaran proposal sekitar Rp 130-an miliar," kata Taufik.
Setelah diminta membuat ulang proposal, Taufik lalu kembali ke Lampung Tengah dan bertemu dengan Bupati Lampung Tengah, Mustafa. "Pak Mustafa waktu itu mengatakan dia tidak kenal Aliza. Pak Mustafa tahunya orang Pak Azis Syamsuddin itu Edi Sujarwo. Saya dikasih kontaknya kemudian komunikasi dengan Pak Jarwo lewat telepon lalu janjian ketemu," tambah Taufik.
Proposal DAK 2017 Lampung Tengah pun akhirnya diurus lewat Edi Sujarwo dengan commitment fee sekitar Rp 2,085 miliar. Dalam surat dakwaan Stepanus dan Maskur, Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado disebut memberikan suap senilai Rp 3.099.887.000 dan 36 ribu dolar AS (sekitar Rp 513 juta) sehingga totalnya sekitar Rp 3,613 miliar ke Stepanus. Azis meminta Stepanus yang saat itu penyidik KPK, mengurus agar kasus di Lampung Tengah tidak diusut KPK.