REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa pihaknya mendukung sistem proporsional tertutup diterapkan dalam pemilihan umum (Pemilu). Pasalnya, ia lebih banyak melihat mudharat dari sistem proposional terbuka.
"Proposional terbuka itu juga mampu mengeliminir itu berbagai tokoh-tokoh yang sangat kuat terhadap pemahaman sistem politik, fungsi legislasi, kalah oleh aspek elektoral," ujar Hasto dalam sebuah diskusi yang digelar Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, Senin (1/11).
Keheranannya akan sistem proporsional terbuka makin menjadi ketika seorang anggota DPR protes ihwal isu perdagangan perempuan dibahas di Komisi III yang membidangi hukum. Legislator itu justru berpendapat agar isu tersebut dibahas di Komisi VI yang membidangi perdagangan.
"(Itu terjadi) Karena tidak ada pendidikan politik untuk memahami bahwa DPR itu untuk menjalankan fungsi legislasi, fungsi anggaran, fungsi pengawasan, fungsi representasi," ujar Hasto.
Kader-kader yang memiliki kompetensi dan integritas, kata Hasto, justu kalah oleh orang-orang yang hanya memiliki popularitas yang tinggi di masyarakat. Namun, tidak memiliki pemahaman politik akan posisinya di parlemen.
"Mereka hanya popularitas yang banyak atau punya kekuatan basis keluarga, atau basis dukungan kapital yang begitu kuat, atau pemilik media. Sehingga, hal-hal seperti ini kemudian menjadi sisi-sisi negatif dari proporsional terbuka," ujar Hasto.
"Kalau kami sejak awal mengusulkan (proporsional) tertutup," sambungnya.
Diketahui, sistem proporsional tertutup adalah sistem perwakilan berimbang di mana pemilih hanya dapat memilih partai politik secara keseluruhan dan tidak dapat memilih kandidat atau calon legislator. Dalam sistem ini, kandidat dipersiapkan langsung oleh partai politik.
Dalam sistem tersebut, masing-masing partai politik telah menentukan terlebih dahulu siapa yang akan memperoleh kursi yang dialokasikan kepada partai tersebut dalam pemilu. Sehingga calon yang menempati urutan tertinggi dalam daftar ini cenderung selalu mendapat kursi di parlemen.