REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku tengah melakukan supervisi terkait dugaan korupsi pengadaan benih bawang merah di Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Malaka Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tahun anggaran 2018. Kasus tersebut telah merugikan negara Rp 5,2 miliar.
"Alasan KPK melakukan supervisi perkara tersebut yaitu pertama, menjadi perhatian masyarakat dengan banyaknya pengaduan masyarakat yang diterima KPK. Kedua, perkara sudah berjalan lebih dari satu tahun. Ketiga, P-19 sebanyak 7 kali. Dan keempat, kerugian negara sebesar Rp 5,2 Miliar," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam keterangan, Rabu (27/10).
Dia mengatakan kasus itu awalnya disidik oleh Polda Nusa Tenggara Timur (NTT). Namun, sambung dia, dalam prosesnya kemudian diterbitkan surat penghentian penanganan perkara (SP3) diterbitkan karena adanya putusan praperadilan.
Hal tersebut disampaikan Lili saat Rapat Koordinasi (Rakor) Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi dengan Kepolisian Daerah, Kejaksaan Tinggi, dan BPKP, di Mapolda NTT. Dalam kesempatan itu dia mengungkapkan kalau KPK banyak mendapat pengaduan masyarakat terkait penyalahgunaan wewenang.
"Sejak 2018 hingga 2021, terdapat 392 pengaduan masyarakat yang masuk dari Provinsi NTT ke KPK. Paling banyak terkait perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara," katanya.
Kapolda NTT, Lotharia Latif mengungkapkan bahwa kepolisian pada 2021 tengah menangani 29 perkara penyidikan dugaan korupsi dan telah menetapkan 31 tersangka. Dia melanjutkan, total perkiraan kerugian negara akibat pidana rasuah itu mencapai Rp 22,7 miliar. "Sebanyak 12 perkara statusnya sudah P21 dan sebanyak 5 perkara statusnya SP3 atau dihentikan demi hukum," katanya.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTT, Yulianto membeberkan beberapa perkara korupsi yang menonjol di NTT, yaitu perkara aset tanah Pemkab Manggarai Barat senilai Rp 1,3 triliun. Lalu kredit macet sebesar Rp 112,9 miliar yang sudah inkracht, kemudian aset dan uang senilai Rp 29 miliar sudah berhasil disita dan dieksekusi.
"Titik tumpu pemberantasan korupsi adalah pemulihan kerugian keuangan negara. Total kerugian negara yang berhasil diselamatkan oleh Kejati NTT dalam bentuk aset senilai Rp 1,7 triliun dalam waktu 1,5 tahun," katanya.
Menurutnya, kerap terjadi bagi-bagi tanah aset negara atau pemerintah daerah. Contohnya, kata Yulianto, aset tanah Pemkot Kupang dibagikan kepada sanak saudara dan aset-aset tersebut kini sudah disita.
"Namun masih terdapat perbedaan persepsi antara Kejati dan Pengadilan, sehingga saat ini sedang dilakukan upaya hukum ke MA terhadap putusan perkara tersebut," katanya.