REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut, akan menghadirkan sejumlah saksi terhadap terdakwa Yoory Corneles Pinontoan atas dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta Timur. Salah satu saksi yang bakal dihadirkan, yakni Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan.
Yoory merupakan mantan Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Sarana Jaya. Ia terlibat dugaan korupsi dalam pengadaan tanah di Munjul untuk program DP 0 Rupiah Pemprov DKI oleh BUMD DKI Jakarta.
Jaksa KPK M Takdir Suhan mengatakan, penuntut umum akan menghadirkan saksi-saksi yang sebelumnya telah menjalani pemeriksaan saat proses penyidikan. Takdir menjelaskan, hal ini untuk memperkuat dan membuktikan dakwaan yang telah disusun oleh jaksa.
"Tidak menutup kemungkinan, karena tadi bisa dibilang di dalam pengadaan ini ada kebijakan, kemudian ada SK yang ditandatangani oleh pihak pejabat yang berwenang. Itu nanti akan kami lihat ke depan," kata Takdir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (14/10).
"Karena bagaimana pun untuk mendukung dakwaan kami, ada pihak-pihak yang punya andil untuk pelaksanaan pengadaan ini," imbuhnya.
Takdir menuturkan, Yoory dan penasehat hukumnya pun tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan JPU. Namun, dia belum menyampaikan secara rinci siapa saja saksi-saksi yang akan dihadirkan dalam sidang selanjutnya.
Takdir hanya mengungkapkan bahwa saksi-saksi yang bakal dihadirkan itu dianggap bisa menerangkan apa yang dilakukan oleh Yoory. "Kemudian akibat bagaimana tadi pembangunan untuk DP 0 Rupiah ini memang tidak bisa digunakan. Kemudian pihak-pihak mana saja yang memang punya keterakitan dan andil di dalam adanya tindakan atau perbuatan pidana dari terdakwa," jelas dia.
Yoory didakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp152.565.440.000,00 terkait kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul. Jumlah ini didapat dari laporan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Terdakwa Yoory Corneles bersama-sama dengan Anja Runtuwene, Tommy Adrian, Rudy Hartono Iskandar, dan korporasi PT Adonara Propertindo telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut, secara melawan hukum," kata Takdir.
"Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya Anja Runtuwene dan Rudy Hartono Iskandar selaku pemilik (beneficial owner) korporasi PT Adonara Propertindo sebesar Rp152.565.440.000,00 yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara," tambahnya.
Dalam surat dakwaan disampaikan bahwa pada tahun 2018 Yoory mengajukan usulan Penyertaan Modal Daerah (PMD) kepada Gubernur DKI Anies Baswedan untuk dianggarkan pada APBD Pemprov DKI Jakarta TA 2019 sebesar Rp1.803.750.000.000,00. Dengan rencana penggunaan untuk pembelian alat produksi baru, proyek hunian DP 0 Rupiah, dan proyek sentra primer Tanah Abang.
Yoory pun menyampaikan menyampaikan kepada Tommy selaku Direktur PT Adonara Propertindo bahwa Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) akan memperoleh PMD yang digunakan dalam rangka pembelian tanah untuk melaksanakan program rumah DP 0 Rupiah yang rencananya berlokasi di wilayah Jakarta Timur. Dengan syarat luas di atas 2 hektare, posisi di jalan besar, lebar muka bidang tanah 25 meter dan minimal row jalan sekitar 12 meter.
Tommy lantas memerintahkan Manajer Operasional PT Adonara Propertindo Anton Adisaputro untuk mencari tanah sesuai kriteria. Pada Februari 2019, Anton menemukan tanah yang berlokasi di Munjul dengan luas 41.921 m2.
"Surat penawaran tidak dilengkapi dokumen pendukung bukti kepemilikan hak atas tanah, namun terdakwa memerintahkan kepada para Senior Manajer PPSJ agar segera ditindaklanjuti," ungkap jaksa.
Yoory mengetahui bahwa tanah Munjul tersebut tidak akan bisa dipergunakan untuk membangun proyek hunian DP 0 Rupiah. Namun, ia tetap menyetujui pembayaran. "Bahwa uang pembayaran atas tanah Munjul yang diterima di rekening atas nama Anja Runtuwene tersebut seluruhnya berjumlah Rp152.565.440.000,00," jelas jaksa.
Atas perbuatannya, Yoory didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.