REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim asistensi Bareskrim Polri menyampaikan empat fakta hasil supervisi pengungkapan kasus dugaan perkosaan ayah terhadap tiga anak kandungnya di Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel). Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Mabes Polri, Brigadir Jenderal (Brigjen) Rusdi Hartono mengungkapkan, salahsatu temuan penting terkait kasus tersebut, adalah tidak ada bentuk perkosaan tersebut.
Rusdi mengatakan, dari hasil penelusuran tim asistensi dikatakan, kasus tersebut, berangkat dari pelaporan tentang adanya dugaan pencabulan. Pelaporan itu, dilakukan oleh ibu korban, yakni inisial RA, yang menuding mantan suaminya, SA melakukan pencabulan terhadap tiga anak kandungnya sendiri. Pelaporan tersebut dilakukan di Polres Luwu Timur, pada 9 Oktober 2019.
“Jadi bukan perbuatan tindak pidana perkosaan seperti yang diviralkan di media sosial. Jadi sekali lagi, dalam surat pengaduan tersebut, saudari RS, melaporkan SA, yang diduga melakukan perbuatan cabul,” terang Rusdi dalam konfrensi persnya, di Humas Mabes Polri, Jakarta, pada Selasa (12/10).
Atas pelaporan tersebut, dikatakan, tim penyidik meminta Puskesmas Malili memeriksa korban untuk bahan penyelidikan. Pada 15 Oktober 2019, penyidik, menerima hasil visum et repertum yang dikeluarkan oleh Dokter Nurul dari Puskesmas Malili.
Tim asistensi, kata Rusdi, pada 11 Oktober 2021, melakukan pemeriksaan terhadap Dokter Nurul atas hasil visum dua tahun lalu itu. Hasil dari interview tersebut, tim asistensi Bareskrim Polri mendapatkan pengakuan dari Dokter Nurul. “Bahwa hasil pemeriksaannya, tidak ada kelainan pada organ kelamin dan dubur korban (tiga anak RA),” ujar Rusdi.
Fakta selanjutnya, kata Rusdi, pada 24 Oktober 2019, penyidik meminta hasil visum pembanding dari RS Bhayangkara di Makassar. Dari otoritas rumah sakit kepolisian tersebut, tim asistensi mendapatkan salinan visum yang diterbitkan pada 15 November 2019. Visum pembanding tersebut ditandatangani oleh Dokter Deni Matius Spf Mkes.
“Dalam hasil visum tersebut, juga tak ditemukan adanya kelainan pada alat kelamin, dan dubur korban. Yang kedua, perlukaan pada tubuh lain tidak ditemukan,” begitu kata Rusdi.
Fakta keempat, dikatakan Rusdi, tim asistensi Bareskrim Polri, juga mendapati informasi adanya hasil pemeriksaan medis yang dilakukan oleh pelapor RA, di RS Vale Sorowako. Pemeriksaan tersebut, dilakukan pada 31 Oktober 2019 oleh Dokter Imelda. Tim asistensi Bareskrim Polri pada 11 Oktober 2021, melakukan pemeriksaan terkait hasil rumah sakit tersebut, dan turut mewawancarai Dokter Imelda.
“Dan didapati dari keterangan Dokter Imelda, bahwa terjadi peradangan di sekitar vagina, dan dubur korban,” terang Rusdi.
Keterangan dari dr Imelda yang didapat oleh tim asistensi Bareskrim Polri, dirinya meminta agar RA melakukan perawatan terhadap tiga anaknya yang mengalami peradangan vagina dan dubur. Yaitu dengan memberikan obat antibiotik, dan paracetamol antinyeri.
“Dan juga hasil interview disarankan kepada korban agar dilakukan pemeriksaan lanjutan ke dokter spesialis kandungan. Itu saran dari Dokter Imelda,” terang Rusdi. Tim asistensi Bareskrim Polri memastikan saran medis dr Imelda tersebut untuk memastikan apa penyebab dari peradangan vagina dan dubur korban itu.
Selanjutnya, fakta kelima, tim asistensi juga mewawancari petugas P2T dan P2A Pemerintah Daerah (Pemda) Luwu Timur. Wawancara tersebut karena kedinasan tersebut yang melakukan konseling terhadap RS dan ketiga anaknya.
Konseling dilakukan tiga kali, yakni pada 8, 9, dan 15 Oktober 2019. “Konseling dilakukan oleh saudari Yuleha, dan saudari Firawati,” terang Rusdi. Dari konseling tersebut, didapat kesimpulan, tidak ada trauma yang dialami ketiga anak RA terhadap terlapor, SA, ayah kandung para korban.
Selanjutnya, kata Rusdi, untuk memastikan adanya tindak pidana atas pelaporan RA terhadap SA terkait pencabulan tersebut, tim asistensi Bareskrim Polri kembali meminta agar dilakukan pemeriksaan medis ulang terhadap para korban. Tim asistensi meminta RA membawa anak-anaknya untuk menjalani pemeriksaan ulang di fasilitas rumah sakit yang dipilih oleh RA sendiri.
Pemeriksaan tersebut, dikatakan Rusdi, disepakati tim asistensi Bareskrim Polri dan RA dilakukan pada Selasa 12 Oktober 2021. “Pemeriksaan korban tersebut, disepekati dilakukan di RS Sorowako, fasilitas rumah sakit yang dipilih oleh ibu korban sendiri,” ujar Rusdi.
Tim asistensi Bareskrim Polri, kata Rusdi, juga meminta agar RA turut didampingi oleh tim dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, pendamping hukum yang selama ini mendapatkan kuasa hukum atas korban. Akan tetapi, rencana pemeriksaan di rumah sakit pilihan ibu korban tersebut batal dilakukan.
“Kesepakatan tersebut dibatalkan oleh ibu korban (RA) dan juga pengacaranya (LBH Makassar), dengan alasan anaknya takut, trauma,” ujar Rusdi. Kata dia, dengan pembatalan pemeriksaan ulang tersebut, tim asistensi masih menunggu kemauan dari pihak pelapor dan korban, serta LBH Makassar mengenai kasus tersebut.
“Tentu ini masih akan terus berproses, dan tim asistensi dari Bareskrim Polri masih melakukan pengembangan atas kasus di Luwu Timur ini,” terang Rusdi.
Kasus dugaan perkosaan tiga anak kandung oleh ayahnya terungkap setelah sang ibu, RA, melaporkan mantan suaminya SA ke Polres Luwu Timur. Kasus tersebut menurut laporan, terjadi pada Oktober 2019. Laporan tersebut sempat didalami dan dilakukan penyelidikan. Akan tetapi, kasus tersebut terhenti setelah kepolisian menerbitkan SP2 Lid penghentian penyelidikan.
Kasus tersebut dikatakan polisi dihentikan karena tak ditemukan alat bukti terjadinya perkosaan, ataupun pelecehan seksual terhadap tiga anak RA. Alih-alih meningkatkan kasus tersebut ke level penyidikan dan menetapkan tersangka, Kepolisian di Luwu Timur malah menyebut sang ibu punya gangguan jiwa. Penyidik meyakini, ibu RA punya motif dendam terhadap mantan suaminya, SA.