REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengingatkan untuk tak lengah dan euforia berlebih merespons penurunan kasus Covid-19. Ia meminta pemerintah dan masyarakat mengambil pelajaran dari penanganan kasus Covid-19 di sejumlah negara di dunia seperti India, Jepang, Vietnam, dan juga Turki.
Meskipun tantangan yang dihadapi masing-masing negara berbeda, namun seluruh negara mengalami tantangan yang serupa yakni munculnya varian Delta yang diperparah dengan laju penularan akibat aktivitas masyarakat yang kembali normal.
Di India, kenaikan kasus terjadi karena euforia keberhasilan negara dalam menurunkan kasus pada lonjakan pertama. Sehingga masyarakat cenderung merasa aman dan kembali beraktivitas tanpa menerapkan prokes, utamanya pada kegiatan agama dan politik.
“Karena euforia ini, laju vaksinasi cenderung menurun dibandingkan saat lonjakan kasus pertama,” kata Wiku saat konferensi pers.
Pemerintah India pun kemudian mengambil sejumlah langkah penanganan seperti meningkatkan testing, kembali menerapkan wajib masker, menggencarkan vaksinasi, dan menerapkan lockdown.
Sementara di Jepang mengalami lonjakan kasus ketiga pascapelaksanaan olympic games. Meskipun ajang olah raga tersebut digelar dengan menerapkan prokes yang ketat, namun hal ini mengubah kebiasaan masyarakatnya yang kemudian menjadi lebih sering berkumpul untuk menonton pertandingan baik di restoran, kedai, maupun bar. Selain itu, cakupan vaksinasinya juga masih rendah.
“Jepang berhasil menurunkan kasus setelah menerapkan emergency lockdown tingkat nasional dan meningkatkan cakupan vaksin dan testing,” jelas dia.
Sedangkan di Vietnam, rendahnya jumlah kasus selama 2020 dan awal 2021 menyebabkan euforia masyarakat yang berasumsi bahwa Vietnam telah berhasil mengeradikasi Covid-19. Aktivitas masyarakat yang telah kembali normal pun mempercepat penularan varian Delta di negara itu. Akibatnya, kluster masih bermunculan seperti kluster keagamaan.
“Euforia terbebas dari Covid-19 ini juga menyebabkan rendahnya cakupan vaksinasi di Vietnam, yaitu hanya sebesar 1,9 persen,” kata Wiku.
Untuk menghadapi lonjakan kasus ini, Vietnam melakukan upaya lockdown ketat, pelaksanaan testing massal, dan pengerahan tentara nasional dalam mengawasi pelaksanaan lockdown.
Di Turki, lonjakan kasus terjadi karena tradisi keagamaan yakni berkumpul serta mengunjungi keluarga yang kemudian meningkatkan potensi penularan varian delta. Kenaikan kasus juga terjadi karena dibukanya akses untuk turis internasional yang tidak dibarengi dengan skrining ketat pada pelaku perjalanan, kewajiban karantina, dan penerapan prokes yang ketat.
“Turki menghadapi lonjakan kasus ini dengan melakukan imbauan masif pelaksanaan prokes dan meningkatkan cakupan vaksinasi. Lockdown tidak diberlakukan dan kegiatan masyarakat masih berlangsung seperti biasanya,” kata dia.
Baca juga : Penyintas Covid-19 Perlu Pendampingan Psikologis
Sementara di Indonesia, lonjakan kasus terjadi pascaliburan Idul Fitri yang diikuti peningkatan mobilisasi serta kegiatan berkumpul dan mengunjungi keluarga. Pemerintah pun kemudian menerapkan kebijakan berlapis.
Yakni pembatasan pelaksanaan kegiatan yang disesuaikan dengan kondisi hingga tingkat kabupaten atau kota, pembatasan perjalanan dalam dan luar negeri, penguatan fasilitas pelayanan kesehatan dan penyediaan obat-obatan serta alat kesehatan, dan juga penyediaan tempat isolasi terpusat di beberapa daerah dengan kasus tinggi.
“Dan pengawasan prokes dengan pemberdayaan masyarakat melalui satgas posko di daerah, serta upaya penguatan infrastruktur digital kesehatan dan peningkatan cakupan vaksinasi,” tambahnya.
Menurut Wiku, kebijakan berlapis ini menjadi kunci keunggulan Indonesia dalam menangani pandemi dibandingkan dengan negara lainnya. Dari kondisi pandemi di sejumlah negara lainnya ini, Wiku pun meminta pemerintah dan masyarakat agar mengambil pelajaran.
“Euforia turunnya kasus Covid-19 tidak boleh menjadikan pemerintah dan masyarakat lengah. Protokol kesehatan justru harus lebih disiplin diterapkan mengingat kegiatan masyarakat sudah mulai berjalan normal,” ujar dia.
Selain itu, juga diperlukan pengawasan ketat pada pelaksanaan protokol kesehatan di setiap aktivitas masyarakat, khususnya pada kegiatan keagamaan, wisata, kegiatan sosial, dan juga ekonomi. Wiku juga meminta agar pembukaan kegiatan pariwisata khususnya pada turis asing harus dilakukan dengan hati-hati.
Pembukaan pintu masuk negara pun juga harus disiapkan dengan matang, mulai dari proses skrining ketat pelaku perjalanan hingga memastikan protokol kesehatan diterapkan dengan ketat baik di transportasi, penginapan, hingga objek wisata.