Kamis 23 Sep 2021 20:31 WIB

Perludem Ungkap Gangguan terhadap Hak Pemilih 

Gangguan ini dilakukan dengan menghalangi orang yang memiliki hak pilih.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Ratna Puspita
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) memaparkan sejumlah gangguan atau upaya yang dilakukan untuk menghilangkan hak pilih seseorang atau kelompok tertentu. (Ilustrasi)
Foto: Republika/ Wihdan
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) memaparkan sejumlah gangguan atau upaya yang dilakukan untuk menghilangkan hak pilih seseorang atau kelompok tertentu. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) memaparkan sejumlah gangguan atau upaya yang dilakukan untuk menghilangkan hak pilih seseorang atau kelompok tertentu. Gangguan ini dilakukan dengan menghalangi orang yang memiliki hak pilih untuk tidak terdaftar sebagai pemilih atau tidak menggunakan hak pilih. 

"Jika itu berpotensi menghilangkan hak pilih seseorang itu kami identifikasi sebagai gangguan terhadap hak memilih," ujar peneliti Perludem Maharddhika dalam peluncuran hasil riset secara daring, Kamis (23/9). 

Baca Juga

Di Indonesia, bentuk gangguan terhadap hak memilih ini antara lain, diskriminasi dalam regulasi, intimidasi terhadap pemilih, penyebaran disinformasi, sabotase jalur komunikasi, dan pengusikan hak pilih. Dhika menyebutkan, kepemilikan KTP elektronik sebagai syarat terdaftar sebagai pemilih menjadi salah satu bentuk gangguan hak memilih. 

Sebab, masih ada potensi seseorang yang memiliki hak pilih tetapi tidak bisa memilih karena tidak terdaftar dalam kependudukan. Misalnya saja masyarakat adat dan kelompok transpuan yang kesulitan akses terhadap layanan administrasi kependudukan. 

Selain itu, Dhika juga menyebutkan, disinformasi yang mendelegitimasi proses pemilu berpotensi menghilangkan hak pilih seseorang. Hingga saat ini, tidak ada upaya khusus untuk melindungi hak pilih seseorang dari disinformasi. 

Bahkan, disinformasi tak hanya menyerang pemilih, melainkan juga penyelenggara pemilu. Hal ini mengakibatkan pemilih mempertanyakan independensi penyelenggara pemilu dan pemilih berpikir terdapat keberpihakan penyelenggara pemilu kepada kandidat tertentu. 

Kemudian, kata Dhika, hal tersebut dapat mempengaruhi kepercayaan publik. Pemilih bisa jadi tidak memilih karena menganggap terjadi kecurangan dalam proses pemilihannya karena kredibilitas para penyelenggara pemilu terganggu. 

Dia berharap pemerintah dapat membentuk protokol khusus untuk menanggulangi permasalahan disinformasi pemilu. Upaya penanggulangan disinformasi pemilu yang dilakukan pemerintah hingga saat ini adalah menyelenggarakan program literasi digital, penyediaan informasi pemilu yang memadai, dan penindakan terhadap disinformasi yang sudah dilakukan. 

"Memang protokol khusus penanganan disinformasi yang dapat menghilangkan hak pilih ke depan sangat diperlukan," kata Dhika. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement