Jumat 27 Aug 2021 13:55 WIB

'Pembentukan Badan Peradilan Pemilu Jangan Terburu-buru'

Peradilan khusus sebaiknya dibuat terpusat untuk meminimalisasi konflik yang terjadi.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Sengketa Pilkada (Ilustrasi)
Foto: Republika
Sengketa Pilkada (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti lembaga Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) inisiatif Muhammad Ihsan Maulana tak sepakat dengan wacana pembentukan badan peradilan khusus Pemilu untuk Pemilu 2024. Menurutnya, badan tersebut belum urgen untuk segera dibentuk meski diamanahkan UU Nomor 10 Tahun 2016.

Ihsan optimis, Mahkamah Konstitusi (MK) untuk sementara ini dapat menangani perkara hasil pemilu. Ia tak ingin pembentukan badan tersebut tergesa-gesa.

"Untuk saat ini, kami menilai belum ada urgensi untuk pembentukan badan peradilan khusus pemilu ini. Pasalnya, MK sejauh ini tetap bisa dan mampu menangani sengketa hasil Pilkada," kata Ihsan kepada Republika, Jumat (17/8).

Ihsan mengatakan, pembentukan pradilan khusus pemilu yang menangani Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHPKADA) dikhawatirkan menimbulkan ekses buruk. Salah satunya berdampak pada inkonsistensi penegakan hukum pemilu dalam konteks perselisihan hasil antara pemilu dan pilkada karena ditangani oleh dua lembaga berbeda. 

"Peradilan khusus pemilu sebaiknya ditransformasikan untuk penegakan hukum pemilu di luar sengketa hasil," ujar Ihsan.

Baca juga : Pakar: Interpelasi Terhadap Anies Bermuara di Pilkada 2017

Di sisi lain, Ihsan tak menolak bila badan peradilan khusus Pemilu dibentuk dalam tahun-tahun mendatang. Namun, harus ada prasyarat seperti mengurai tumpang tindih penegakan hukum pemilu dan revisi UU Pilkada agar tidak terjadi benturan kewenangan antara UU Pilkada dengan UU yang menjadi payung hukum peradilan khusus.

"Manfaat badan itu untuk memberikan kepastian hukum dalam konteks penegakan hukum pemilu. Saat ini penegakan hukum masih terpecah-pecah, memang baiknya diadili oleh satu atap yang bernama peradilan khusus pemilu," ucap Ihsan.

Ihsan menekankan, penegakan hukum pemilu dapat diperbaiki dengan kehadiran badan peradilan khusus. Sehingga, kewenangan yang berbeda-beda saat ini terkait penanganan sengketa dan pelanggaran pemilu bisa diatasi.

"Ini untuk mengurai benturan kewenangan antar penegak hukum pemilu. Dengan UU Pilkada saat ini saja benturan kewenangan masih terjadi, apalagi jika pembentukan badan peradilan khusus tidak disesuaikan dengan UU Pilkada," ucap Ihsan.

Ke depannya, pembentukan badan peradilan khusus di tingkat daerah selain di pusat bisa disesuaikan peruntukkannya. Ihsan menyarankan, jika regulasi memaksakan peradilan khusus berwenang menangani sengketa pilkada, maka sebaiknya dibuat terpusat untuk meminimalisasi konflik yang terjadi di daerah.

Baca juga : Pembunuh Sadis Terhadap Perempuan di Bandung Ditangkap

"Namun jika kewenangannya lebih luas maka di daerah jauh lebih baik karena untuk aksesibel," tutur Ihsan.

Sebelumnya, ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Abhan mengatakan, pembentukan badan peradilan khusus pemilu menjadi pekerjaan rumah (PR) bersama untuk diselesaikan sebelum Pemilu 2024. 

"Menjadi PR kita semua bahwa ada badan peradilan khusus yang menyelesaikan sengketa proses pemilihan yang diamanatkan (terbentuk) sebelum Pemilu 2024," kata Abhan pada acara Peluncuran Buku Kajian Evaluatif Penanganan Pelanggaran Pilkada 2020 secara virtual, Kamis (26/8).

Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota disebutkan ada badan peradilan khusus yang bertugas memeriksa dan mengadili perkara perselisihan hasil pemilu. Pasal 157 dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tersebut berbunyi badan peradilan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk sebelum pelaksanaan pemilihan serentak nasional. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement