REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polisi akhirnya menetapkan Direktur dan Komisaris Utama PT ASA sebagai tersangka. Tuduhannya, melakukan penimbunan obat terapi Covid-19 jenis azithromycin. Namun, keduanya belum ditahan.
Wakapolres Metro Jakarta Barat, AKBP Bismo Teguh Prakoso, mengatakan, Direktur PT ASA adalah pria berinisial YP (58 tahun), sedangkan Komisaris Utamanya pria berinisial S (56). Keduanya dijerat dengan Undang-Undang (UU) Perdagangan, UU Perlindungan Konsumen, dan UU Wabah Penyakit Menular.
"Ancaman hukumannya lima tahun penjara," kata Bismo saat rilis kasus ini di Mapolres Jakarta Barat, Jumat (30/7).
Tapi, kedua tersangka itu belum ditahan. Bismo menyebut, pemanggilan dan pemeriksaan tersangka akan dilaksanakan pada Selasa (3/8).
Kepala Unit Kriminal Khusus Polres Metro Jakarta Barat, AKP Fahmi, mengatakan, kedua tersangka belum ditahan karena selama ini bersikap kooperatif dalam penyidikan. Tapi, keduanya dipastikan akan segera ditahan. "Jadi bukan tidak, tapi belum dilakukan penahanan," ujarnya pada kesempatan sama.
Pengungkapan kasus ini bermula ketika aparat Polres Metro Jakarta Barat menggerebek gudang obat di di kompleks pertokoan Kalideres, Jakarta Barat, Senin (12/7) malam. Di dalamnya, ditemukan 730 boks atau 14.600 tablet obat azithromycin. Obat sebanyak itu, kata Bismo, cukup untuk sekitar 3.000 pasien Covid-19.
Diketahui, obat dan gudang itu milik PT ASA (inisial). Polisi lantas memeriksa 18 saksi. Dimintai pula keterangan saksi ahli dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, BPOM, pakar perlindungan konsumen, dan pakar pidana.
Bismo mengatakan, ditemukan tiga fakta yang menguatkan penyidik bahwa PT ASA melakukan praktik penimbunan. Pertama, obat azithromycin itu sebenarnya sudah tiba pada 5 Juli di gudang Kalideres, tapi tak dimasukkan ke dalam data stok komputer PT ASA.
Kedua, pihak PT ASA menyebut bahwa obat tersebut belum ada ketika sejumlah pelanggan hendak membeli pada 6 dan 7 Juli. Ketiga, ketika rapat koordinasi ketersediaan obat bersama BPOM pada 7 Juli, PT ASA kembali berbohong dengan menyebut obat azithromycin belum tersedia.
Bismo menyebut, kedua tersangka melakukan penimbunan obat azithromycin itu untuk menaikkan harga. "Dengan menimbun, akan terjadi kelangkaan sehingga harga semakin tinggi," ujarnya.
Obat azithromycin itu, kata Bismo, harga normalnya Rp 34 ribu per boks. Tapi dengan penimbunan ini, PT ASA berencana untuk menjualnya seharga Rp 600 - 700 ribu kepada apotek atau toko obat di Jabodetabek dan Jawa Barat.
Bismo menambahkan, belasan ribu tablet obat azithromycin dan ribuan tablet obat jenis lainnya yang disita dalam kasus ini nantinya akan diedarkan kepada masyarakat yang membutuhkan. "Nanti kita komunikasikan dengan Dinas Kesehatan agar bisa diberikan kepada masyarakat," katanya.