REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, menilai keberadaan undang-undang penghapusan kekerasan seksual mendesak untuk segera disahkan. Ia berharap Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang masih dalam proses pembahasan di DPR bisa disahkan pada masa sidang tahun ini.
"Saya tentu berharap pada kakak Willy (Wakil Ketua Baleg DPR RI, Willy Aditya) bisa disahkan pada masa sidang kali ini, dan tahun depan kita sudah bisa aplikasikannya menjadi sebuah undang-undang," kata Lestari dalam sebuah diskusi daring Forum Denpasar 12 bertajuk 'RUU Penghapusan Kekerasan Seksual: Mewujudkan Kebijakan Berbasis Bukti dalam Proses Legislasi', Rabu (28/7).
Menurutnya, negara belum berhasil menghadirkan kondisi yang aman bagi rakyatnya. Padahal negara berperan wajib dalam menghadirkan keamanan. Hal tersebut sebagaimana dicita-citakan oleh para pendiri bangsa (founding father) Indonesia .
"Bagi kami di Forum Denpasar 12 melihat ini adalah dosa terhadap kemanusiaan. Ini adalah dosa kita kepada para founding father, ketika para founding father menyatakan kemerdekaan menurut saya negara ini belum berhasil menghadirkan satu kondisi menjadi tempat yang aman," ucapnya.
Politikus Partai NasDem itu juga menyayangkan perdebatan RUU PKS di ruang publik yang tidak lagi konstruktif. Isu-isu yang berkembang dinilai terlalu luas dan keluar dari substansi.
"Seharusnya kita bisa membawa substansi masalah kembali lagi dalam satu konteks paradigma berpikir, bahwa kebutuhan terhadap undang-undang ini tidak boleh lagi dipertentangkan atas nama apapun. Atas nama peradaban, atas nama budaya, atas nama kepercayaan, apalagi atas nama agama," tuturnya.
"Marilah kita tidak henti-henti menggunakan semua kekuatan jalur komunikasi kepada semua pihak yang kita miliki melewati seluruh hambatan tantangan dan batasan, golongan, dan menjadikan agenda perjuangan kita semua," ujarnya.