Rabu 14 Jul 2021 17:26 WIB

Rekor 54 Ribu Kasus dan Pertanyaan Kapan Kasus Menurun

Penurunan kasus diprediksi terjadi setelah tiga pekan PPKM Darurat.

Petugas menyiapkan tempat isolasi pasien COVID-19 di Gelanggang Olahraga (GOR) Matraman, Jakarta, Rabu (14/7/2021). Pemprov DKI menyiapkan tempat isolasi mandiri bagi pasien COVID-19 dengan status orang tanpa gejala (OTG) hingga gejala ringan untuk mengantisipasi lonjakan kasus COVID-19 di Jakarta.
Foto: ANTARA/GALIH PRADIPTA
Petugas menyiapkan tempat isolasi pasien COVID-19 di Gelanggang Olahraga (GOR) Matraman, Jakarta, Rabu (14/7/2021). Pemprov DKI menyiapkan tempat isolasi mandiri bagi pasien COVID-19 dengan status orang tanpa gejala (OTG) hingga gejala ringan untuk mengantisipasi lonjakan kasus COVID-19 di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Rr Laeny Sulistyawati, Mimi Kartika

Penambahan kasus positif Covid-19 harian kembali melonjak dan mencapai rekor tertingginya pada Rabu (14/7) dengan menyentuh 54.517 orang. Sebelumnya pada Selasa (13/7) kemarin juga mencatatkan rekor tertinggi penambahan kasus positif harian yang sebesar 47.899 orang.

Baca Juga

Penambahan kasus harian ini menjadikan total kasus konfirmasi positif Covid-19 di Indonesia telah mencapai 2.670.046. Sebanyak 240.724 spesimen dari 172.859 orang telah diperiksa. Angka positivity rate orang harian tercatat sebesar 31,54 persen.

Satuan Tugas Penanganan Covid-19 juga melaporkan penambahan kasus aktif harian yang sangat tinggi pada hari ini yakni sebesar 35.764 orang. Sehingga total kasus aktif yang masih dalam perawatan dan penanganan menjadi sebesar 443.473 orang.

Untuk kasus meninggal, Satgas melaporkan sebanyak 991 orang dalam 24 jam terakhir ini. Selama pandemi terjadi, total kasus meninggal pun telah mencapai 69.210 orang. Sedangkan untuk kasus sembuh terdapat penambahan sebanyak 17.762 orang dan menjadikan total kasus sembuh di Indonesia mencapai angka 2.157.363.

Dari penambahan kasus positif harian ini, DKI Jakarta menjadi penyumbang tertinggi yang mencapai hingga 12.667 orang. Disusul Jawa Barat dengan penambahan sebesar 10.444 orang.

Di posisi ketiga yakni Jawa Timur menambahkan 7.088 orang, Jawa Tengah melaporkan 5.110 orang, dan Banten melaporkan 3.889 orang. Satgas juga mencatat masih terdapat 192.716 suspek di berbagai daerah yang masih harus mendapatkan pengawasan.

Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang sudah berjalan sejak 3 Juli belum juga menggiring terjadinya penurunan kasus. Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 mengatakan, penurunan kasus diharapkan terlihat paling cepat pekan ketiga setelah dilakukan intervensi kebijakan ini.

Menurut Ketua Bidang Data Dan Teknologi Informasi Satgas Covid-19, Dewi Nur Aisyah, ketika sebuah intervensi pemerintah dilakukan, bukan berarti penurunan kasus Covid-19 bisa dilihat dan dirasakan di hari yang sama. "Biasanya butuh waktu. Sebenarnya mulai ada pengereman kasus Covid-19 paling cepat tiga pekan (setelah penerapan PPKM Darurat)," ujarnya saat konferensi virtual BNPB bertema monitoring PPKM Darurat, Rabu (14/7).

Dewi menyontohkan saat penerapan PPKM Mikro awal Januari 2021 lalu. Ternyata, dia melanjutkan, dua pekan setelah PPKM Mikro, masih belum menunjukkan penurunan kasus.

Ia menambahkan, kasus Covid-19 masih terus meningkat, baru setelah itu ada penurunan setelah pekan ketiga. Sehingga, Satgas Covid-19 berharap intervensi kebijakan yang dilakukan kali ini bisa memperketat mobilitas dapat mengerem kenaikan kasus.

Satgas berharap dampaknya baru bisa dirasakan tiga hingga empat pekan setelah implementasi. Kendati demikian, Dewi mengingatkan penurunan kasus Cpcid-19 juga dipengaruhi oleh masyarakat sebagai host.

Ia menjelaskan, dalam epidemiologi ada tiga hal yang mempengaruhi penularan virus yakni pertama adalah agent yaitu virus yang bermutasi seperti Delta dan secara ilmiah membuat penularan lebih cepat. Kemudian kedua adalah host yaitu manusia yang juga berpengaruh. Jadi, dia menambahkan, kepatuhan masyarakat juga ikut menentukannya.

"Jadi, si virus bisa bertransmisi dari satu orang ke orang yang lain. Kita sebagai orang juga memiliki kontribusi besar yaitu kepatuhan untuk menentukan apakah kasusnya bertambah naik atau tidak," ujarnya.

Terakhir, dia melanjutkan, adalah environment atau lingkungan. Ia menambahkan, upaya seperti test, tracing, treatment, hingga strategi pembatasan mobilitas hingga keluar masuk wilayah masuk dalam environment. Lingkungan ini diakuinya juga ikut mempengaruhi mengerem atau tidaknya kasus.

"Jadi, multifaktor dan butuh kolaborasi semua orang," katanya.

Dewi menambahkan, wajar jika virus ini bermutasi, tetapi ada dua hal lain yang harus bisa dikontrol yaitu host yakni kepatuhan masyarakat dan lingkungannya yaitu strategi kebijakan pemerintah mulai dari pemerintah daerah hingga pemerintah pusat. Semua harus membantu terlaksananya pemutusan rantai penularan Covid-19 yang ada di masyarakat.

Artinya, dia melanjutkan, ketika intervensi telah dilakukan tetapi kalau tidak ada kolaborasi antara masyarakat dan lingkungan maka penurunan kasus sulit terjadi. "Sebab, untuk menurunkan kasus Covid-19 butuh kerja sama dan kolaborasi antarpihak," ujarnya. Kemudian, dia melanjutkan, dibutuhkan kesabaran untuk melihat kasus Covid-19 bisa turun.

Untuk bisa menurunkan kasus, Ombudsman Republik Indonesia menemukan sejumlah inkonsistensi pemerintah selama PPKM Darurat di Jawa-Bali. Salah satunya, Ombudsman menyoroti pintu masuk internasional masih dibuka pada masa PPKM Darurat.

"Indonesia saat ini berada dalam situasi yang sangat serius dalam menghadapi penyebaran Covid-19. Kita melihat bahwa kapasitas Pemerintah masih belum memadai jika dibandingkan negara lain yang membuka pintu internasionalnya," ujar Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng dalam siaran persnya, Rabu (14/7).

Pemerintah memang sudah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 47 Tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Internasional dengan Transportasi Udara Dalam masa Pandemi Covid-19. Akan tetapi, Ombudsman menilai kondisi di Indonesia saat ini berbeda dengan negara lain.

Robert menilai, pemerintah harus bisa menakar kapasitas penanganan Covid-19 di dalam negeri sebelum memutuskan terus membuka pintu kedatangan internasional. Pemerintah perlu menutup sementara pintu kedatangan internasional selama PPKM Darurat agar upaya menekan penyebaran Covid-19  lebih maksimal.

"Ketegasan Pemerintah dalam implementasi kebijakan di masa PPKM Darurat ini sangat diperlukan," kata Robert.

Menurut dia, konsistensi kebijakan sangat penting agar aparat pelaksana di lapangan tidak kebingungan dalam menjalankan kebijakan pemerintah pusat. Selain itu, Ombudsman berpandangan, penanganan Covid-19 tidak hanya terkait pembatasan kegiatan masyarakat, tetapi juga diikuti oleh akselerasi vaksinasi untuk membangun herd immunity, meningkatkan akses masyarakat terhadap sarana kesehatan, serta pemberian bantuan sosial yang tepat sasaran.

Ombudsman akan melakukan kajian sistemik untuk memantau pelaksanan penanganan Covid-19 di lapangan. Nantinya, hasil dari kaian sistemik yang memuat temuan-temuan di lapangan serta saran perbaikan yang dapat dilakukan untuk mencapai hasil yang maksimal dalam penanganan Covid-19 ini akan disampaikan kepada pemerintah.

"Selain itu kami juga membuka posko-posko pengaduan terkait dengan warga yang mengalami kendala atau hambatan dalam mengakses pelayanan publik, khususnya layanan kesehatan," tutur Robert.

photo
Lampu kuning BOR di 14 provinsi. - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement