Rabu 30 Jun 2021 14:48 WIB

Potensi Gelombang Kembar Covid di Akhir Juli

Indonesia diduga baru masuk puncak varian Alpha, belum masa puncak Delta.

Pasien Covid-19 menaiki bus untuk dievakuasi menuju RSDC Wisma Atlet Kemayoran, di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta, Selasa (29/6). Seiring dengan peningkatan kasus harian Covid-19, Pemerintah berencana akan memberlakukan kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat  melalui rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo pada Selasa 29 Juni 2021. Kebijakan tersebut rencananya akan diterapkan selama dua minggu di zona merah covid-19. Republika/Thoudy Badai
Foto:

Kabarnya pembatasan mobilitas yang lebih ketat akan segera diumumkan pemerintah. Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan, perlu adanya implementasi yang berbeda dari wacana kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat. Ia tak ingin, kebijakan tersebut hanya berganti nama, tapi tak ada perbedaan dalam penerapannya.

"Banyak kalangan yang menilai bahwa kebijakan yang diambil pemerintah cenderung hanya berganti nama dan istilah. Sementara pada tataran praktis, kebijakan itu tidak mampu menjawab persoalan yang ada," ujar Saleh saat dihubungi, Rabu (30/6).

Ia sendiri tak tahu alasan pemerintah tak melakukan kebijakan atau menggunakan istilah lockdown. Pasalnya kondisi di lapangan, banyak rumah sakit sudah terisi penuh, tetapi jumlah pasien terus bertambah.

"Tantangannya kan semakin sulit, orang yang terpapar semakin banyak, rumah sakit semakin penuh. Tenaga-tenaga medis semakin kewalahan, semua itu perlu dihadapi dengan kebijakan yang benar-benar komprehensif," ujar Saleh.

Jika PPKM darurat diterapkan, ia meminta pemerintah pusat dapat menjelaskannya dengan detail. Pasalnya, masyarakat saat ini dibingungkan dengan berbagai istilah yang seakan tak ada bedanya.

"Kalau sama dengan PPKM sebelumnya, ya hasilnya pun akan sama juga. PPKM sebelumnya kan telah dinilai tidak berhasil, karena tidak berhasil itu, lalu dibuat lagi kebijakan baru. Kalau baru, ya harus ada aspek yang benar-benar membedakannya," ujar Saleh.

Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI, Sukamta, meminta pemerintah segera mengantisipasi varian baru Covid-19 Lambda yang telah menyebar di 29 negara terutama Amerika Latin. Caranya dengan mengetatkan semua akses masuk ke wilayah Indonesia.

"Pemerintah perlu segera mengantisipasi dengan adanya kebijakan pengetatan akses masuk Indonesia. Hal ini untuk mencegah varian baru Covid-19 yang berkembang di luar negeri masuk ke Indonesia," kata Sukamta.

Dia mengatakan, pemerintah perlu mengambil pelajaran berharga dari kurang maksimalnya upaya menangkal masuknya Covid-19 varian Delta yang muncul pertama kali di India kemudian terdeteksi ada di Indonesia. Menurut dia, masuknya varian Delta ke Indonesia kemungkinan karena longgarnya kebijakan akses masuk Indonesia dan beberapa ahli epidemiologi menyayangkan kebijakan pengetatan akses masuk Indonesia yang hanya memberi waktu karantina selama 5 hari.

"Padahal rekomendasi WHO jelasmenyebut 14 hari. Jika pemerintah masih abai soal pengetatan pintu masuk, maka sangat mungkin varian Lambda dan varian Covid-19 lainnya masuk ke Indonesia," ujarnya.

Sukamta memandang kebijakan PPKM Darurat yang akan diberlakukan pemerintah belum menyinggung soal pengetatan akses pintu masuk ke Indonesia. Dia mencontohkan sudah berulang kali ada sorotan masyarakat terkait masuknya ratusan tenaga kerja asing (TKA) asal China dan ratusan warga India karena semua yang datang dari luar negeri mempunyai potensi membawa virus, meski mereka sudah melakukan tes Covid-19.

"Karena itu dalam rangka kebijakan PPKM Darurat, pemerintah perlu lebih mengetatkan akses pintu masuk ke Indonesia, baik melalui bandara, pelabuhan, dan pintu-pintu perbatasan," katanya. Dia meminta pemerintah saat ini fokus kepada keselamatan warga karena kebijakan yang inkonsisten dan cenderung masih longgar akan menyulitkan dalam pengendalian penyebaran Covid-19.

photo
Infografis dokter dan tenaga kesehatan yang wafat akibat Covid-19 - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement