Sabtu 26 Jun 2021 16:51 WIB

PPNI: 325 Perawat Meninggal Akibat Covid-19

Sepekan terakhir setidaknya tiga perawat meninggal karena Covid.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Indira Rezkisari
Petugas kesehatan memberikan perawatan kepada pasien yang berada didalam tenda darurat RSUD Chasbullah Abdulmajid Kota Bekasi, Jawa Barat, Jumat (25/6). Puluhan pasien yang dirawat ditenda darurat tersebut belum tentu menderita COVID-19, mereka akan diperiksa lebih dahulu dengan swab PCR sembari dilakukan perawatan. Melonjaknya kasus COVID-19 di Kota Bekasi dalam beberapa hari terakhir mengakibatkan penuhnya tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit tersebut. Prayogi/Republika
Foto: Prayogi/Republika.
Petugas kesehatan memberikan perawatan kepada pasien yang berada didalam tenda darurat RSUD Chasbullah Abdulmajid Kota Bekasi, Jawa Barat, Jumat (25/6). Puluhan pasien yang dirawat ditenda darurat tersebut belum tentu menderita COVID-19, mereka akan diperiksa lebih dahulu dengan swab PCR sembari dilakukan perawatan. Melonjaknya kasus COVID-19 di Kota Bekasi dalam beberapa hari terakhir mengakibatkan penuhnya tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit tersebut. Prayogi/Republika

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Harif Fadhillah, mengatakan, sebanyak 325 perawat meninggal dunia akibat Covid-19. Berdasarkan data nasional per 25 Juni, total kasus meninggal karena Covid-19 sudah mencapai 56.371 kasus.

"Tepatnya 325. Jadi setelah di Wisma Atlet itu ada tiga lagi. Satu di Yogyakarta, satu Jakarta, satu Karawang. Itu data yang masuk ke kami. Mereka meninggal dan dinyatakan Covid," ujar Harif dalam diskusi bertajuk Covid Gawat Darurat pada Sabtu (26/6).

Baca Juga

Dia menuturkan, kondisi Covid-19 di Indonesia pada pekan terakhir ini dapat dikatakan darurat. Sebab, beberapa rumah sakit khususnya yang berada di Jabodetabek kapasitasnya cukup penuh, bahkan unit gawat darurat (UGD) digunakan sebagai ruang perawatan.

Harif menyebutkan, rata-rata perawat yang bertugas di ICU dapat menangani maksimal dua sampai tiga pasien. Apabila terjadi kondisi ketergantungan rasionya menjadi satu banding satu antara perawat dan pasien.

Namun, belum ada tambahan tenaga kesehatan yang cukup untuk menangani lonjakan pasien Covid-19 ini. Sedangkan, kebutuhan tenaga medis maupun peralatan berbanding lurus dengan jumlah pasien yang masuk ke fasilitas kesehatan.

Di DKI Jakarta saja, rumah sakit umum daerah (RSUD) memerlukan tambahan sementara sebanyak 923 perawat. Jumlah tersebut tidak termasuk kebutuhan perawat di rumah sakit rujukan yang kebutuhannya bisa mencapai 1.300 orang.

"Belum lagi di luar DKI, itu sekitar 2.000-an kita butuhkan. Sementara rekrutmen juga belum selesai. Artinya kondisi hari ini masih ditangani oleh tenaga kesehatan yang ada saat ini saja, belum ada penambahan," kata Harif.

Dia menerangkan, saat kasus Covid-19 melonjak di tengah keterbatasan jumlah tenaga medis, mereka yang bertugas mengalami kelelahan fisik dan mental. Kelelahan mental yang dimaksud bukan akibat tekanan dari luar, melainkan mereka melihat sendiri pasien yang antre.

Kondisi tersebut memicu rasa empati hingga dibawa ke pemikiran yang mendalam sampai menjadi beban mental bagi mereka. Lonjakan kasus Covid-19 juga otomatis menyebabkan beban kerja para tenaga kesehatan overload.

Salah satu konsekuensi beban kerja tenaga kesehatan yang overload ialah makin tingginya risiko mereka terpapar Covid-19. Mereka setiap hari berada di lingkungan yang sangat rentan karena berkutat dengan orang-orang yang terinfeksi virus corona.

Beban fisik dan mental yang diderita para tenaga kesehatan secara langsung dapat menurunkan imunitas mereka. Padahal, bentuk pertahanan diri selain vaksin Covid-19, juga daya tahan tubuh harus tetap terjaga.

"Kita tidak bisa menahan berapa banyak lagi jumlah tenaga kesehatan kita yang terpapar dan ujung-ujungnya masyarakat yang rugi tidak ada yang melayani," tutur Harif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement