REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae mengatakan, PPATK saat ini terus melakukan pendalaman terkait dugaan adanya aliran dana APBD dan Otonomi Khusus (Otsus) Papua ke Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Namun, PPATK sedikit kesulitan untuk menelusuri kemana saja aliran transaksi mencurigakan dari dana APBD dan Otsus Papua, termasuk KKB.
"Apakah anggaran yang ditarik keluar menyalahi prosedur baik dana otsus maupun APBD itu digunakan oleh KKB atau OPM atau apapun namanya, itu memang kita sedikit mengalami kesulitan dalam mentracing, jadi karena banyaknya transaksi cash (tunai) di Papua," kata Dian dalam keterangan video yang dibagikannya, Jumat (25/6).
Dian menyebut, sebagian besar transaksi keuangan di Papua dilakukan secara tunai. Hal ini membuat penyaluran penyaluran dari dugaan penyelewengan dana APBD dan Otsus Papua ini sulit ditelusuri.
Namun, berdasarkan hasil analisis dan pengamat PPATK, ada indikasi anggaran yang seharusnya digunakan untuk pembangunan kesejahteraan Papua, tidak digunakan sebagaimana mestinya. Sebab, PPATK menemukan anggaran anggaran yang ditarik tidak mengikuti prosedur yang seharusnya mulai dari penggunaan penggunaan rekening pribadi, berikut dengan penarikan tunai lalu baru dipergunakan.
"Ini memang mempersulit kita mentracing penggunaan-penggunaan yang sebenarnya, beberapa hal harus kita lakukan pendalaman, apakah uang cash itu berujung tidak untuk kesejahteraan masyarakat Papua, tidak untuk pembangunan Papua tapi justru digunakan untuk justru menyumbang organisasi-organisasi yang terlarang seperti KKB ini atau OPM," kata Dian.
Karena itu, PPATK berkoordinasi dengan penegak hukum dan pihak lainnya untuk mendalami dugaan aliran dana APBD dan Otsus Papua ke KKB.
"Ini yang kita terus melakukan penelitian , kita koordinasi tentu saja dengan pihak kepolisian dan pihak pihak lain tentu saja," ungkapnya.
Dian menambahkan, apalagi setelah Pemerintah telah menetapkan Organisasi Papua Merdeka. Ia menyebut, salah satu fungsi PPATK memang terkait pencegahan dan pendanana terorisme.
Karena itu, PPATK akan lebih dahulu memproses OPM ke dalam daftar terduga teroris dan organisasi teroris (DTTOT. Berikutnya, ujar Dian, PPATK akan melakukan pengawasan khusus dan menelusuri aliran dana dari orang atau individu maupun organisasi terkait dengan kegiatan teroris OPM.
"Nah ini tidak hanya terbatas pada transaksi keuangan di dalam negeri tentu saja, karena kita PPATK ini memiliki jaringan kerjasama dengan 163 lembaga intelejen keuangan di seluruh dunia dan ini bisa dimintai bantuannya untuk memastikan aliran dana yang masuk untuk membantu gerakan separatis itu," ungkapnya.
Dengan begitu, Dian meyakini, upaya ini bisa mendeteksi secara lebih dini gerakan gerakan yang akan dilakukan oleh kelompok separatisme itu. "Dan tentu saja bisa melakukan langkah-langkah hukum atau langkah-langkah politik untuk menangani apabila memang ada individu tertentu atau kelompok tertentu atau korporasi tertentu yang memberi bantuan kepada OPM baik di Indonesia maupun di seluruh dunia," katanya.
Sebelumnya, PPATK menemukan adanya 80 transaksi mencurigakan dari dana APBD dan anggaran otonomi khusus (Otsus) Papua selama 10 tahun terakhir.
"Dalam periode kurang lebih 10 tahun terakhir PPATK sudah menyampaikan lebih dari 80 hasil Analisis dan Pemeriksaan kepada KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian," kata Dian saat dikonfirmasi, Rabu (23/6).
Temuan transaksi mencurigakan ini juga memiliki dugaan potensi kerugian hingga trilliunan rupiah yang melibatkan lebih dari 53 oknum mulai pejabat pemerintah daerah, rekanan pemda, vendor dan ormas.
"Potensi kerugian negara diperkirakan mencapai triliunan rupiah," ujar Dian.