REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan merasa prihatin dengan kasus perkosaan oleh oknum polisi berinisial Briptu II yang menyasar perempuan berusia 16 tahun. Ia menganggap kasus ini sebagai benalu dalam reformasi Polri.
Selama ini, Arteria mengklaim upaya reformasi Polri sudah cukup baik. Sehingga menurutnya, kasus semacam ini merusak upaya tersebut.
"Pada prinsipnya saya prihatin dengan kejadian di Jailolo Selatan. Di tengah pak Kapolri begitu hebatnya melakukan reformasi kepolisian. Ini ibaratnya karena nila setitik rusak susu sebelanga," kata Arteria kepada Republika, Kamis (24/6).
Arteria mendukung Polri yang sigap menangkap Briptu II hingga saat ini berstatus tersangka. Briptu II bakal dihadapkan sejumlah pasal dengan ancaman hukuman bisa sampai 15 tahun penjara.
"Saya sudah cek ke Polri bahwa pelaku tidak hanya akan dilakukan penegakkan hukum dengan kasus pidananya jalan tapi juga pemberhentian secara tidak hormat," ujar politikus PDIP itu.
Arteria optimis kasus Briptu II tak akan mengganjal reformasi Polri. Komisi III juga berkomitmen mengawal kasus ini hingga tuntas.
"Kami bekerjasama dengan komnas perempuan dan kementerian PPPA, Kemensos dilakukan rehabilitasi sosial dan penanganan pasca kejadian. Kami perhatikan nggak cuma penegakkan hukum ke pelaku tapi pengawalan juga ke anaknya supaya haknya tetap diperoleh," ucap Arteria.
Anggota Komisi III DPR RI, Sari Yuliati, mendesak supaya korban pemerkosaan Briptu II di Polsek Jailolo Selatan, memperoleh pendampingan psikis. Ia khawatir terhadap perkembangan jiwa korban yang terpukul akibat peristiwa tersebut.
"Kami juga meminta Komnas HAM dan KPAI serta LPSK untuk memantau dengan ketat perkembangan jiwa korban," kata Sari dalam keterangan resmi kepada Republika, Kamis (24/6).
Sari menuntut agar Briptu II dijatuhi hukuman terberat sesuai aturan yang berlaku. Ia menilai sikap Briptu II sudah sangat menyalahi tugas sebagai aparat penegak hukum. Ia tak ingin kasus serupa muncul di kemudian hari sehingga perlu hukuman yang memberi efek jera.
"Hukum berat dan harus bisa menimbulkan efek jera bagi pelaku atau siapapun yang coba-coba memikirkan apalagi sampai mengulangi perbuatan itu," ujar politikus Golkar itu.
Salah satu opsi yang diusulkan Sari ialah agar tersangka dipecat karena telah melanggar kode etik Polri. "Pecat, hukum seberat-berat nya, Komisi III akan mengawal kasus ini," lanjut Sari.
Selain itu, Sari meminta Korps Bhayangkara memperkuat sistem pembinaan terhadap anggotanya. Ia juga berharap Polri memperkuat sistem pengawasan anggotanya. Tujuannya guna menghindari munculnya oknum anggota polisi yang malah merusak citra institusinya.
"Di tengah institusi Polri yang sedang berusaha keras memperbaiki citra Kepolisian dengan sebaik-baiknya, apa yang dilakukan oknum itu justru menghancurkannya. Oleh sebab itu pelaku harus dipecat dan dihukum seberat-beratnya. Hal ini jangan sampai menurunkan lagi kepercayaan masyarakat terhadap Polri," tegas Sari.
Diketahui kasus pemerkosaan terhadap anak dilakukan oknum anggota polisi yang bertugas di Polsek Jailolo Selatan, Halmahera Barat, viral di media sosial. Peristiwa itu berawal saat korban korban bersama temannya berkunjung ke Sidangoli pekan lalu. Karena sudah larut malam, keduanya memutuskan untuk menginap terlebih dulu.
Namun tanpa alasan yang jelas, keduanya dibawa oleh oknum polisi ke polsek dengan menggunakan mobil patroli. Setibanya di Polsek Jailolo Selatan, korban bersama temannya diperiksa di ruangan yang terpisah.
Dalam pemeriksaan itu, salah satu korban diduga diperkosa oleh oknum Briptu II. Jika tidak menurut, korban diancam bakal dipenjara.