Selasa 15 Jun 2021 03:05 WIB

Kejagung Sebut Kasus Impor Emas akan Sulit Diusut

Komisi III DPR meminta Kejagung mengusut kasus dugaan impor ilegal emas Rp 47,1 T.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Ali Mukartono.
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Ali Mukartono.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan, bahwa pihaknya akan menindaklanjuti laporan adanya dugaan pencucian emas yang dilakukan oleh delapan perusahaan. Meskipun dalam mengusut kasus tersebut, pihaknya akan menghadapi sejumlah kesulitan.

Salah satunya berbenturang dengan tiga undang-undang yang ada saat ini, yakni Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai.

Baca Juga

"Kesulitan kami yang utama itu lingkup berlakunya undang-undang Pak, kalau terkait dengan Bapak itu terkait UU Minerba. Kemudian yang disampaikan Pak Arteria ekspor impor itu UU Kepabeanan," ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Senin (14/6).

Karena kesulitan tersebut, ia memutar proses untuk menentukan unsur kerugiannya. Di mana akhirnya, Kejagung menerapkan unsur yang merugikan perekonomian negara, bukan unsur merugikan keuangan negara.

"Karena Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Korupsi itu ada alternatif kerugian, kerugian keuangan negara atau merugikan perekonomian negara. Saya coba untuk merugikan perekonomian negara," ujar Ali.

Kejagung, kata Ali, sudah menyinggung hal ini kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Karena dalam tiga undang-undang tersebut, hanya ada satu penyidik.

"Tiga undang-undang ini hanya satu penyidik Pak, yaitu di Kementerian Keuangan saja, kami kesulitan masuk karena sifatnya administratif. Oleh karena itu, dalam merumuskannya saya mencoba untuk menerapkan unsur merugikan perekonomian negara yang selama ini belum pernah diterapkan," ujar Ali.

Dalam rapat kerja di DPR, anggota Komisi III Arteria Dahlan menyoroti adanya impor emas oleh delapan perusahaan lewat Bandara Soekarno-Hatta senilai Rp 47,1 triliun. Ia meminta agar Kejagung untuk mengusut kasus tersebut.

"Ada indikasi ini perbuatan manipulasi Pak pemalsuan menginformasikan hal yang tidak benar, sehingga produk tidak dikenai bea impor, produk tidak dikenai pajak penghasilan impor," ujar Arteria.

Dari laporan Direktur Penindakan dan Penyidikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, importasi emas itu dikenakan bea masuk 0 persen. Padahal, seharusnya dikenakan bea masuk 5 persen.

Ia mengatakan, setidaknya ada kerugian negara mencapai Rp 2,9 triliun dari impor emas tersebut. "Saya minta juga periksa PT Aneka Tambang, dirutnya diperiksa, vice president-nya diperiksa. Kenapa? Setiap ada perdebatan di Bea Cukai datang itu Aneka Tambang mengatakan ini masih memang seperti itu sehingga biaya masuknya bisa 0 persen," ujar Arteria.

Ia menjelaskan, penyelewengan dilakukan lewat perubahan data emas ketika masuk di Bandara Soekarno-Hatta. Emas yang semula dikirim dari Singapura berbentuk setengah jadi dan berlebel, tapi ketika sampai, emas itu diubah lebel menjadi produk emas bongkahan.

"Ini semua emas biasa kita impor dari Singapura, ada perbedaan laporan ekspor dari negara Singapura ke petugas Bea Cukai, waktu masuk dari Singapura barangnya sudah benar HS-nya (harmonized system) 71081300 artinya kode emas setengah jadi," ujar Arteria.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement