Jumat 11 Jun 2021 18:17 WIB

Pustek UGM: Tidak elok Jika Jokowi Terapkan Pajak Sembako

Negara-negara maju tidak pernah menerapkan aturan pemberlakukan pajak bahan pokok. 

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus Yulianto
Pedagang menata karung-karung berisi beras yang dijual di Pasar Minggu, Jakarta, Kamis (10/6/2021). Kementerian Keuangan menyatakan kebijakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), termasuk soal penerapannya pada bahan kebutuhan pokok atau sembako masih menunggu pembahasan lebih lanjut setelah pemerintah berencana menjadikan bahan pokok sebagai objek pajak.
Foto: ADITYA PRADANA PUTRA/ANTARA
Pedagang menata karung-karung berisi beras yang dijual di Pasar Minggu, Jakarta, Kamis (10/6/2021). Kementerian Keuangan menyatakan kebijakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), termasuk soal penerapannya pada bahan kebutuhan pokok atau sembako masih menunggu pembahasan lebih lanjut setelah pemerintah berencana menjadikan bahan pokok sebagai objek pajak.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Ketua Tim Ahli Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (Pustek) UGM, Prof Catur Sugiyanto, menolak rencana pemerintah dan DPR memberlakukan pajak ke barang kebutuhan pokok. Sebab, pajak semakin memberatkan masyarakat yang sudah terkena dampak pandemi.

"Sebaiknya sembako tidak diberi PPN sampai kapanpun, carilah sumber pajak yang lain," kata Catur, Jumat (11/6).

Pemerintah berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kepada barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan rakyat. Rencana itu tertuang dalam Draf Revisi Kelima UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

Bila sebelumnya barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak atau sembako termasuk obyek yang tidak dikenakan PPN. Tapi, dalam draft revisi aturan baru tersebut sembako tidak lagi dimasukan ke dalam obyek yang PPN-nya dikecualikan.

Menurut Catur, negara-negara maju saja tidak pernah menerapkan aturan pemberlakukan pajak bahan pokok karena dianggap kebutuhan dasar bagi orang memenuhi sumber pangan. Dia merasa, sangat tidak elok dan tidak pas jika pemerintahan Joko Widodo menerapkan.

"Selain menjadi kebutuhan dasar agar tetap bisa hidup meski dalam kondisi terbatas, pemberlakuan pajak pada situasi pandemi sungguh makin menyengsarakan rakyat miskin. Kita itu hidup dari sembako jika dipajaki itu rasanya kurang pas," ujar Catur.

Selain menolak PPN sembako, Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM ini juga meminta pemerintah untuk terbuka dan transparan menyampaikan kondisi APBN sekarang ini. Apalagi, sampai bisa muncul ide untuk menarik pajak ke barang sembako.

Menurut Catur, rencana kebijakan menarik pajak dari sembako mengindikasikan APBN kita genting dan perlu diselamatkan. Namun, kondisi itu perlu disampaikan secara terbuka. Apalagi, pajak sumbangsih warga, jadi menarik pajak dari sembako sangat tidak tepat.

"Pemerintah perlu mencari alternatif sumber pendapatan lain dan melakukan penghematan secara besar-besaran serta memperkuat pengawasan. Governance, keterbukaan, pengawasan harus ditingkatkan agar tidak banyak uang negara yang dikorupsi," kata Catur. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement