REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menggali proses pembelian perabotan rumah tangga untuk mengisi rumah mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo di Muara Enim, Sumatera Selatan.
"Pak Edhy di rumah dinas Widya Chandra pernah tanya 'Siapa ya yang kira-kira bisa bantu saya untuk isi rumah di Palembang', lalu bang Safri katakan 'Yofi saja', saya diam saja, tapi namanya disuruh atasan nggak mungkin saya tolak," kata Yoviana Dwi Nasution, dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (19/5).
Yoviana menjadi saksi untuk enam terdakwa, yaitu Edhy Prabowo, Andreau Misanta Pribadi dan Safri (staf khusus Edhy Prabowo), Amiril Mukminin (sekretaris pribadi Edhy), Ainul Faqih (sespri Iis), dan Siswadhi Pranoto Loe (pemilik PT Aero Cipta Kargo). Keenamnya didakwa bersama-sama menerima 77 ribu dolar AS dan Rp24,625 miliar, sehingga totalnya mencapai sekitar Rp25,75 miliar dari para pengusaha pengekspor benih bening lobster (BBL) terkait pemberian izin budi daya dan ekspor.
"Lalu saya diskusi dengan bang Safri dan Amiril. Pak Edhy tidak mengatakan secara detail, tapi hanya mengatakan beli sofa, seprai begitu," ungkap Yoviana.
Yoviana yang menjadi sekretaris pribadi Edhy Prabowo tersebut, lalu memesankan sejumlah barang elektronik dan perabotan rumah tangga di Jakarta. "Amiril lalu kirim uang, tapi saya kurang ingat persis sekitar Rp200 juta. Saya pakai rekening suami saya, karena ATM saya hanya bisa maksimal transaksi per hari Rp20 juta, sedangkan suami saya bisa Rp100 juta, jadi sekali gesek lebih mudah dan praktis," jelas Yoviana.