Kamis 06 May 2021 14:44 WIB

Label Teroris di Papua Tunjukkan Kebuntuan Pemerintah

Terminologi terorisme dikhawatirkan semakin memperburuk kondisi konflik di Papua.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
[Ilustrasi demo antirasisme, kapitalisme, kolonialisme dan militerisme di Papua]
Foto:

Kemudian perwakilan dari Centra initiative, Al Araf, menyebut pelabelan kelompok teroris itu membuka jalan atas terbentuknya pelembagaan rasisme dan diskriminasi berkelanjutan atas warga Papua secara umum. Dia mengatakan, itu mungkin terjadi, khususnya mengingat ketidakjelasan definisi “KKB” serta siapa-siapa saja yang termasuk di dalamnya.

Dia mengatakan, keputusan tersebut akan semakin menyakiti perasaan masyarakat Papua, memperkuat stigma, mengikis rasa percaya masyarakat Papua kepada pemerintah. Padahal, kata dia, semua itu merupakan prasyarat penting bagi upaya penyelesaian konflik secara damai.

"Serta justru menghambat operasi keamanan yang sejatinya membutuhkan dukungan dan kepercayaan rakyat setempat," kata Al Araf.

Perwakilan dari Imparsial, Hussein Ahmad, melihat pelabelan tersebut juga bermasalah secara hukum. Dia menjelaskan, Pasal 5 Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Terorisme secara tegas mengecualikan terorisme dari tindak pidana politik seperti separatisme.

Dalam aturan tersebut dikatakan, "tindak pidana terorisme yang diatur dalam UU ini harus dianggap bukan tindak pidana politik, dan dapat diekstradisi atau dimintakan bantuan timbal balik sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan."

"Sebaliknya, sebagaimana hukum yang berlaku, tindak pidana politik seperti separatisme harus tunduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)," ujar Hussein.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement