Kamis 22 Apr 2021 00:09 WIB

UU ITE Sepakat untuk Direvisi, Tinggal Tunggu Acc Jokowi

Menkominfo segera melaporkan hasil Tim Kajian UU ITE kepada Presiden Jokowi.

Revisi UU ITE. Ilustrasi
Foto: Google
Revisi UU ITE. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid, Febrianto Adi Saputro

Tim Kajian Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) bentukan pemerintah sepakat agar pasal 27 ayat 1 UU ITE perlu direvisi. Kesepakatan itu setelah tim kajian mengundang 55 narasumber dari berbagai kalangan.

Baca Juga

"Kenapa 27 ayat 1 itu termasuk salah satu pasal yang menurut kami pun itu sebenarnya tidak memberikan kejelasan. Kita bicara mengenai kesusilaan, kesusilaan itu awalnya diatur di undang-undang KUHP di pasal 281 KUHP yang mana di situ pun definisi yang dimaksud kesusilaan itu pun tidak ada di situ," kata Kabid Materi Hukum Publik Kemenko Polhukam, Dado Achmad Ekroni dalam diskusi daring, Selasa (20/4).

Dado menjelaskan rumusan delik di setiap ketentuan pidana harus memenuhi prinsip, yaitu lex praevia, lex scripta, lex certa, maupiun lex stricta. Sementara, di pasal 27 sampai pasal 29 dianggap tidak memenuhi salah satu unsur dari asas legalitas yakni lex certa atau ketidakjelasan rumusan pasal.

"Itu yang yang saat ini sedang kita fokuskan bagaimana caranya kita merevisi dengan mendengarkan dengan narasumber yang sudah kita kita ambil sebanyak 55 orang tersebut," ujarnya.

Dado menuturkan, informasi yang telah didapat dari 55 narasumber tersebut kemudian diformulasikan. Dado pun membocorkan usulan rumusan perubahan pada pasal 27 ayat 1 yang telah disusun tim kajian UU ITE.

"Jadi usulan rumusan pasal 27 ayat 1 yaitu awalnya begini, setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, awalnya kan mendistribusikan, ini menyiarkan, mempertunjukkan di muka umum, kemudian masuk mendistribusikan dan atau mentransmisikan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan," terangnya.

Namun demikian, Dado mengungkapkan usulan sementara tersebut masih harus dibahas lagi lantaran dianggap masih kurang menjawab persoalan dan penjelasan yang sangat jelas menyangkut kesusilaan ada di pasal 27 ayat 1. Ia menyadari, bahwa rumusan tersebut masih tidak jauh berbeda dengan pasal 27 ayat 1 yang berlaku saat ini.

"Ini perlu diperdalam lagi sehingga bisa melindungi daripada ranah private yang selama ini yang perlu kita lindungi," ucapnya.

photo
Karikatur opini UU ITE DiKaji - (republika)

 

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate mengatakan laporan hasil Tim Kajian Revisi Undang-undang ITE akan disampaikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) lebih cepat dari waktu tenggat yang diberikan pemerintah. Berdasarkan Keputusan Menko Polhukam RI Nomor 22 tahun 2021 tentang Tim Kajian UU Tentang Informasi yang ditandatangani Menko Polhukam Mahfud MD pada 22 Februari 2021, tim diberi tenggat waktu  selama tiga bulan hingga 22 Mei 2021.

"Diusahakan lebih awal sebelum tenggat (waktu 22 Mei)," ujar Johnny saat dikonfirmasi Rabu (21/4).

Johnny mengatakan, laporan hasil kajian kepada Presiden Jokowi untuk memastikan lebih lanjut rencana Revisi UU ITE. Sebab, hasil sementara tim kajian Revisi UU ITE sepakat merevisi beberapa pasal di UU ITE, salah satunya pasal 27 ayat 1.

Johnny mengatakan, tak hanya pasal 27 ayat 1, tim sepakat jika pasal lainnya yang dianggap bermasalah juga akan direvisi. Namun, politikus Partai Nasdem itu enggan merinci detail pasal-pasal tersebut.

"Pasal lainnya juga, ada banyak pasal namun tunggu dulu ya agar tidak jadi polemik yang tidak bermanfaat," kata Johnny.

Anggota Komisi I DPR Muhammad Iqbal menilai pemerintah peka terhadap masukan masyarakat.

"Menurut saya dengan adanya kesepakatan dari tim kajian revisi UU ITE untuk merevisi sejumlah  pasal di dalam UU ITE, ini menunjukkan bahwa pemerintah mendengar dan memperhatikan masukan dari sebagian besar masyarakat yang menginginkan adanya revisi UU ITE," kata Iqbal kepada Republika, Rabu (21/4).

Menurutnya, keberadaan beberapa pasal yang dianggap pasal 'karet'  seperti pasal 27-29 UU ITE ini telah banyak menimbulkan korban di masyarakat dan menjadi pro-kontra. Oleh karena itu, politikus PPP itu meminta agar Tim Kajian UU secepatnya melaporkan hasil rumusan final revisi UU ITE ke Presiden.

"Nanti setelahnya jika Presiden menyetujui untuk merevisi UU ITE, maka draf revisi bisa diberikan ke DPR agar bisa dilakukan pembahasan. Karena di dalam pembahasan suatu UU harus adanya persetujuannya keduanya yaitu DPR dan Presiden," jelasnya.

Hal senada juga disuarakan Anggota Komisi I DPR RI, Christina Aryani. Christina mendorong agar revisi UU ITE dapat masuk dalam Prolegnas Prioritas 2022 yang akan mulai dibahas di bulan Oktober tahun ini.

"Guna mengejar timeline tersebut ada baiknya naskah akademik dan draf RUU-nya  dikirimkan ke kami sebelumnya mengingat keduanya menjadi syarat suatu RUU dapat masuk ke Prolegnas Prioritas," ujarnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari juga menyambut baik sikap pemerintah tersebut. DPR siap membahas revisi UU ITE jika pemerintah sudah mengirimkan ke DPR.

"Kalau direvisi ya it's okay, baik saya sepakat direvisi, mungkin nanti tidak cuma itu ketika kalau memang memungkinkan ada yang lain silakan saja sekalian, biar dibahas sekalian. Pada prinsipnya setuju saja direvisi," kata Abdul Kharis kepada Republika, Selasa (20/4).

Upaya merevisi UU ITE diprakarsai langsung oleh Presiden Jokowi lewat pernyataan resminya membuka ruang bagi pemerintah duduk bersama DPR untuk merevisi UU tersebut.. Wacana revisi UU ITE ini disampaikan presiden lantaran banyaknya laporan masyarakat yang masuk ke instansi kepolisian dengan dasar pasal-pasal dalam UU ITE.

"Kalau UU ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya, saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi UU ini. Karena di sinilah hulunya. Terutama, menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda. Yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," ujar Presiden Jokowi saat memberikan arahan kepada peserta Rapim TNI-Polri di Istana Negara, Senin (15/2).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement