REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal Andika Perkasa, mengungkapkan, adanya prajurit yang lari atau meninggalkan dinas dan tak kembali lagi cukup sering terjadi. Motivasinya beragam, mulai dari merasa tidak cocok menjadi prajurit hingga persoalan-persoalan lainnya.
"Saya terbuka, nggak bohong. Setiap tahun begitu banyak (prajurit yang lari dan tak kembali)," kata Andika di Markas Pomdam Jaya, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (20/4).
Menurut Andika, motivasi yang dimiliki mantan-mantan prajurit yang kabur tersebut beragam. Dia memberi contoh, yakni ada yang kabur karena terlilit utang, merasa diri tidak cocok menjadi prajurit, tersangkut masalah asusila, dan lain-lain.
"Macam-macam itu begitu banyak. Dan, itu dilakukan oleh prajurit dengan latar belakang maupun etnis yang berbeda-beda. Kami tidak akan ambil kesimpulan bahwa ini ada hubungan dengan putra daerah," kata dia.
Teranyar, ada prajuritnya yang membelot ke kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB). Prajurit itu kabur tidak dengan tangan kosong. Prajurit yang menjadi mulai bertugas pada 2015 lalu itu membawa dua magasin dengan isi 70 butir amunisi kaliber 5,56 milimeter.
"Senjata ditinggal semua, perlengkapan ditinggal, kecuali ada satu yang dibawa. Yang dibawa ada dua magasin. Magasin itu rumahnya peluru. Rumahnya peluru yang dimasukkan ke dalam senjata," kata Andika.
Andika mengatakan, di dalam dua magasin yang dibawa kabur itu terdapat 70 butir amunisi kaliber 5,56 milimeter. Dia menjelaskan, yang bersangkutan diketahui kabur dari posnya oleh kawan-kawan dan atasannya pada 12 Februari lalu. Sejak saat itu penanganan kasus tersebut dilakukan.
"Sampai sekarang proses masih terus kita tangani. Beberapa pasal sudah kita kenakan, termasuk THTI atau tidak hadir tanpa izin yang setelah 30 hari kita sudah bisa memecat yang bersangkutan," kata dia.
Kendati demikian, dia menyatakan, pencarian kepada yang bersangkutan terus dilakukan secara fisik maupun elektronik. Berdasarkan informasi sementara yang dia dapatkan, prajurit tersebut masih berada di wilayah Papua dan sekitarnya.
Andika menerangkan, pihaknya tidak tinggal diam dengan hal-hal seperti itu. Tidak ada yang tidak pihaknya proses secara hukum, terlebih mereka yang melakukan tindak pidana. Prajurit yang kabur dan terlibat tindak pidana Andika tegaskan harus bertanggung jawab atas perbuatannya.
"Kita ingatkan, yang jelas tidak ada yang tidak kami proses secara hukum. Mereka yang tindak pidana harus tanggung jawab," kata dia.
Sebelumnya, Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) Sebby Sambom menyatakan ada seorang prajurit TNI yang bergabung dengan TPNPB-OPM. Pihak TNI telah menyatakan sedang melakukan pencarian terhadap yang bersangkutan.
"Lucky Matuan adalah mantan anggota TNI yang bergabung dengan TPNPB bertugas di Pos Bulapa dan dia juga kembali serang di Pos TNI Bulapa," ujar Sebby saat dikonfirmasi, Jumat (16/4).
Sebby mengatakan, Lucky bergabung ke TPNPB-OPM pada Februari 2021 lalu dan langsung menjadi komandan lapangan. Menurut dia, Lucky bergabung karena dengan lihaknya karena kerap melihat anggota TNI yang suka menembaki masyarakat, termasuk pendeta, di Papua.
"Dia lihat anggota TNI suka tembak masyarakat sipil, termasuk pendeta," kata Sebby.
Menurut Sebby, Lucky pernah menyampaikan Kabupaten Intan Jaya adalah lapangan perang antara TPNPB dan TNI-Polri. Terkait serangan di Pos TNI Bulapa, Sebby mengatakan, dalam serangan itu pihaknya menembak tiga anggota TNI di pos.
"Dan, pasukan kami tidak ada yang jadi korban. Kami semua aman dan kembali ke tempat kami," kata Sebby.
Sebby juga mengatakan, pihaknya meminta TNI-Polri untuk tidak menggunakan tenaga masyarakat sipil untuk memata-matai TPNPB-OPM dengan alasan apa pun. Menurut Sebby, pendeta di gereja, guru di sekolah, mantra maupun dokter, tukang bangunan, ojek, penjual pakaian, dan lainnya digunakan untuk memata-matai.
"Itu cara yang negara ini pakai untuk intelijen dan kami sudah tahu cara-cara itu, maka kami tidak segan-segan tembak mati," kata dia.