REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kriminolog Universitas Indonesia Adrianus Meliala menyoroti kasus bom di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan. Ia menilai bom di tempat ibadah dapat membuat keresahan masyarakat lintas agama meningkat.
Adrianus menilai pemilihan lokasi gereja bukan hanya sekadar lokasi yang bakal menarik perhatian publik atau sebagai tempat berkumpulnya orang. Menurutnya, gereja dipilih guna menyalurkan dendam pelaku.
"Di situ hal yang menurut saya mengkhawatirkan. Karena ada kebencian yang terpendam dari kalangan tertentu di masyarakat Indonesia. Sehingga, dalam rangka menyalurkan aspirasi politik mereka secara ekstrim, maka dipilihlah hal yang selama ini dipendam. Kebencian diluapkan dalam bentuk serangan teror," kata Adrianus pada Republika.co.id, Senin (29/3).
Adrianus mengkhawatirkan bom di tempat ibadah akan menimbulkan situasi yang tidak enak pada semua agama. Pada satu sisi, Agama Kristen merasa bahwa ternyata diam-diam atau terang-terangan ada yang tidak suka dan memusuhi. Walau tak jelas sebab kebenciannya apa.
"Agama lain pun menjadi tidak enak hati karena seolah-olah memusuhi Kristen," ujar mantan anggota Ombudsman RI tersebut.
Baca juga : MUI Meminta Bom Makassar Tidak Dikaitkan dengan Agama
Adrianus menyimpulkan kasus serangan terhadap tempat ibadah tak bisa dipandang sebelah mata. Ia khawatir bakal muncul pengaruh seperti ketakutan dan saling curiga mencurigai antar masyarakat lintas agama. "Jadi, serangan terhadap lokasi ibadah memang sulit untuk dilihat secara apa adanya atau secara sempit," ucap Adrianus.
Polri mengungkapkan pelaku bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, merupakan anggota kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Pelaku pengeboman dua orang terdiri atas seorang laki-laki dan seorang perempuan. Pelaku laki-laki berinisial L, sedangkan pelaku perempuan masih dalam proses identifikasi.